MENINGITIS HEMOPHILLUS INFLUENZA TYPE B
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUANDr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai
respon terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang
menutupi otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan
meningitis adalah Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan
haemophillus influenza type B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70%
kasus meningitis.
Angka kejadian dari bakteri tersebut berbeda menurut umur penderita.
Pada neunatus (0-30 hari) sering disebabkan oleh C.coli diikuti oleh
streptococcus b. hemoliticcus, listeria monocytogenes,staphilococcus aureus dan
streptococcus pneumoni. Pada bayi (31-60 hari) disebabkan streptococcus B
hemoliticus diikuti oleh hemophilus influenza, Neisseria meningitidis dan gram
negatif enterobacilli. Pada anak 2 bulan sampai 4 tahun disebabkan oleh
haemophillus influenza diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus.
Pada anak lebih besar dan dewasa sering disebabkan oleh streptococcus
pneumonia diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus dan
haemophillus influenza.
Angka kejadian dari meningitis mengalami penurunan di dunia Baarat
terutama disebabkan karen meningkatnya derajat sosial dan hygienis. Sejak
penggunaan antibiotika angkan kematian mengalami perubahan. Di Amerika
menurut survey epidemiology pada 27 negara bagian dari tahun 1978-1981
angka kematian untuk haemophillus influenza 6%, Neisseria meningitidis 10%
dan Septrococcus pneumonia 26,3%.
respon terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang
menutupi otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan
meningitis adalah Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan
haemophillus influenza type B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70%
kasus meningitis.
Angka kejadian dari bakteri tersebut berbeda menurut umur penderita.
Pada neunatus (0-30 hari) sering disebabkan oleh C.coli diikuti oleh
streptococcus b. hemoliticcus, listeria monocytogenes,staphilococcus aureus dan
streptococcus pneumoni. Pada bayi (31-60 hari) disebabkan streptococcus B
hemoliticus diikuti oleh hemophilus influenza, Neisseria meningitidis dan gram
negatif enterobacilli. Pada anak 2 bulan sampai 4 tahun disebabkan oleh
haemophillus influenza diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus.
Pada anak lebih besar dan dewasa sering disebabkan oleh streptococcus
pneumonia diikuti oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus dan
haemophillus influenza.
Angka kejadian dari meningitis mengalami penurunan di dunia Baarat
terutama disebabkan karen meningkatnya derajat sosial dan hygienis. Sejak
penggunaan antibiotika angkan kematian mengalami perubahan. Di Amerika
menurut survey epidemiology pada 27 negara bagian dari tahun 1978-1981
angka kematian untuk haemophillus influenza 6%, Neisseria meningitidis 10%
dan Septrococcus pneumonia 26,3%.
II. EPIDEMIOLOGIMeningitis haemophillus influenza sering terjadi di Amerika selama
periode interepidemik dari penyakit meningococcus terdapat dua pola musim
yang terjadi di Eropa Utara dan Amerika Utara dengan puncak kejadian pada
bulan Juni dan September sampai November. Meningitis haemophillus influenza
tampak lebih sering terjadi pada musim dingin November, Desember dan Januari.
Menurut Rivers hampir seluruh kasus Meningitis Haemophillus
influenza terjadi pada anak. Seluruhnya terjadi pada anak kurang dari 5 tahun,
atau pada umur 2 bulan – 4 tahun meningitis haemophillus influenza biasanya
berkembang setelah berumur 2 bulan. Dimana pada umur tersebut jumlah
imunitas pasif dari ibu berkurang. Menurut Hill dan kawan-kawan di Amerika
puncak kejadian pada umur 6-7 bulan. Menurut Mathies (1972), puncak kejadian
antara 7-12 bulan. Menurut Feidman dan kawan-kawan (1973) angka kematian
tertinggi pada umur kurang dari 6 bulan.
2002 digitized by USU digital library 2
Pada sedikitnya 50% kasus yang terjadi pada usia dewasa muda dan
dewasa menurut Bowl dan kawan-kawan (1987) biasanya terdapat faktor
predisposisi, yaitu terdapatnya fistel ke dalam ruang subarakhnoid yang terjadi
setelah trauma kepala atau operasi otak, adanya gangguan imunitas seperti pada
asplenisme, hipogammaglobulinemia atau adanya proses keganasan.
III. ETIOLOGIHaemophillus influenza dapat diisoloasi oleh Richad Pfeiffer pada tahun
1892 dari pasien dengan pneumoni. Merupakan bakteri gram negatif non
hemolitik, tidakbergerak dan tidak sporogeneus. Berbentuk pleomorfik yang
bervariasi dari bentuk lokus kecil sampai basil.
Haemophillus influenza dapat tumbuhbaik pada keadaan aerob dan
mudah mati dengan pengeringan atau pemanasan. Untuk tumbuh memerlukan
media yang berisi faktor X (hematin) dan faktor V. (nikotinamid dinukleotidal).
Karena faktor V normal terdapat dalam eritrosit yang utuh maka haemophillus
influenza tumbuh balik pada media dimana sel darah merah telah pecah seperti
pada coklat agar atau Levinthal agar.
Manusia merupakan satu-satunya host untuk haemophillus influenza
dan organisme tetap terpelihara di alam melalui penyebaran dari satu tuan
rumah yang rentan ke tuan rumah yang lainnya.
Margerett Pittman (1931) memperkenalkan adanya bentuk bakeri
haemophillus influenza yang terkapsul dantidak berkapsul, serta mengidentifikasi
bahwa bakteri pada kapsul polisakharida. Dari semua tipe hanya tipe b yang jelas
berbeda jenis kapsulnya yaitu polimer ribosa ribitol fosfat. Hampir seluruh infeksi
meningen disebabkan oleh haemophillus influenza tipe B.
IV. PATOGENESA
Patogenesa dari meningitis haemophillus influenza dapat terjadi
melalui beberapa fase:
1. Penyebaran kuman ke tuan rumah
2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring
3. Invasi kedalam traktus respiratorius
4. Penyebaran hematogen
5. Invasi ke susunan saraf pusat
Nasofaring dianggap merupakan jalan masuk untuk haemophillus
influenza pada manusia. Rute perjalanan penyakit adalah melalui sistem
respiratorius dengan dibentuknya koloni kuman pada nasofaring. Untuk
terjadinya suatu kolonisasi dari bakteri diperlukan sedikitnya 10 organisme,
kemudian akan bertahan selama beberapa minggu. Bakteri akanmelekat pada sel
epitel dari nasofaring melalui struktur spesifik permukaannya. Struktur tersebut
adalah fimbriae, organela ini tidak ditemukan pada isolasi dari darah atau cairan
serebro spinal. Kemudian bakteri akan mengalami replikasi. Haemophillus
influenza tipe B dengan cepat dapat menembus jaringan subepitelial dari
nasofaring danterdeteksi dalam aliran darah dalam beberapa menit. Faktor yang
dibutuhkan oleh kuman untuk menembus sawar mukosa dan menyerang tempat
lain dalam tubuh tidak diketahui.
2002 digitized by USU digital library 3
Setelah menembus jaringan subepitel sedikitnya terdapat 2 jalur dari
bakteri untuk mencapai aliran darah yaitu:
1. melalui saluran limfe
2. invasi langsung pada lapisan submukosa pembuluh darah. Keduanya dapat
terjadi dalam satu jam setelah bakteri masuk kedlam tubuh.
Setelah bakteri masuk kedalam ruang intravaskuler akan terjadi suatu
mekanisme pertahanan tubuh. Virulensi kuman tergantung pada kemampuan
kapsul polisakharida terhadap aktivitas bakterisidal dari faktor komplemen klasik
(C3) dari inhibisi vagositosis dari netrofil
Selain itu terdapat rute langsung dari nasofaring naik melalui tuba
eustachii ke telinga tengah sehingga kuman sering dapat diisolasi dari otitis
media purulenta. Pada bebeapa kasus ditemukan bahwa OMP atau mastoiditis
adalah tempat untuk invasi bakteri secara langsung.
Meningitis haemophillus influenza yang terjadi melalui rute hematogen
lebih sering terdapat daripada penyebaran secara langsung, dan terdapatnya
bakteriemi merupakan faktor primer dari lavasi sistem saraf pusat. Sesuai
dengan penyebaran melalui pembuluh darah, setelah beberapa jam bakteriemi
maka bakteri dapat ditemukan dalam cairan serebrospinal dan perubahan
histopatologis yang pertama (inflamasi meningen) terjadi pada daerah dari
susunan saraf pusat yang tidak berdekatan dengan nasofaring. Bila bakteri
mencapai susunan saraf pusat melalui penyebaran langsung dari nasofaring,
maka kultur dari darah akan negatif tetapi dari nasofaring akan positif.
V. PATOLOGI
Bila bakteri mencapai ruang subarakhnoid akan terjadi proses
inflamasi. Neutropil masuk kedalam ruang subarakhnoid menghasilkan eksudat
yang purulen. Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning
keabu-abuan atau kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam
sisterna pada daerah basal otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam
mulkus Sylvii dan Rolandi.
Eksudat perulan terkumpul dalam sisterna ini dan meluas kedalam
sisterna basal dan diatas permukaan posterior dari medula spinalis. Eksudat juga
dapat meluas kedalamselubung arakhonoid dari saraf kranial dan ruang
perivaskuler dari korteks. Dalam jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam
cairan yang ventrikel dan melekat pada dinding ventrikel dan pleksus khoroideus,
sehingga cairan ventrikel tampak berawan dan hal ini terjadi pada akhir minggu
pertama.
Pemeriksaan mikroskopik dari eksudat subarakhnoid pada stadium
awal dari infeksi menunjukkan terdapatnya sejumlah besar neutrofil dan bakteri.
Peran dari neutrofil pada stadium ini dalam menghapuskan infeksi tidak
diketahui. Adanya sisa bakteri yang hidup dalam eksudat menunjukkan bahwa
proses fagositosis oleh neutropil tidak sempurna. Konsentrasi leukosit yang
menurun dan meningkatnya bakteri dalam cairan serebrospinal berhubungan
dengan prognosa yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa neutropil mempunyai
peranan yang penting dalam mengontrol stadium pada awal terjadinya infeksi.
Dalam 48-72 jam pertama dari infeksi terjadi inflamasi dalam dinding
arteri kecil dan sedang subarakhnoid. Sel endotel membengkak dan
bermultipikasi sehingga lumen menyempit. Tunika adventisia diinfiltrasi oleh
neurotropil. Neutropil dan limfosit membentuk lapisan bawah dari tunika intima.
Vena maningeal menajdi memanjang danterbentuk proses inflamasi mural yaitu
2002 digitized by USU digital library 4
suatu nikrosis fokal pada dinding pembuluh darah. Infark hemerragik didaerah
kortikal terjadi sebagai hasil dari trombosis vena kortikal dan sinus dural.
Akhir minggu pertama terjadi perubahan komposisi seluler dari
eksudat subarakhnoid. Neutropil mengalami degenerasi dan dikeluarkan oleh
makrofag yang berasal dari histiosit meningen. Perubahan parenkhim otak terjadi
yaitu nukleus nukleus sel neuron dan sel glia menjadi mengkerut, pignotik dan
gelap. Sel mikroglia dan atrosit bertambah jumlahnya didaerah korteks serbral
dan korteks serebral, batang otak dan medula spinalis. Pada akhir minggu
pertama terdapat infiltrasi dari jaringan subependimal dan dari vaskuler oleh
neutrofil dan limfosit.
Pada akhir minggu kedua eksudat akan terbagi dalam dua lapisan luar
dibawah membran arakhnoid berisi neutrofil dan vibrin.lapisan dalam yang
berbatasan pada pia berisi limfosit, plasma sel dan makrofag. Karena eksudat
terus berkumpul maka akan terjadi sumbatan di cairan serebrospinal baik
komunikans ataupun non komunikans.
VI. GEJALA KLINIK
Gejala klinik meningitis haemophillus influenza sama dengan
meningitis lain yaitu:
1. Awitan akut
2. Panas biasanya mencapai 38,5 OC, bila tidak ada panas (hipotermi) prognosa
buruk
3. Muntah teradpat pada 82% kasus
4. Nyeri kepala terdapat pada anak umur lebih dari 5 tahun. Bila anak tidak
dapat mengeluh adanya nyeri kepala dan rangsang meningen dapat diduga
bila terdapat panas yang bersamaan dengan perubahan tingkah laku,
perubahan kesadaran dan kejang.
5. Tanda rangsang meningen seperti: kaku kuduk, kernig dan Brudzinski pada
77% kasus
6. Gangguan kesadaran terjadi pada 96% kasus
7. Pada anak kurang dari 2 tahun untuk meramalkan adanya meningitis yaitu
dengan menilai:
a. kualitas tangisan: lemah, merintih atau melengking.
b. Warna kulit: pucat, sianotik atau kelabu
c. Status hidrasi, biasanya terdapat dehidrasi
d. Terdapat pteknial rash
e. Reaksi terhadap rangsangan dari orang tua atau sekitarnya (negatif)
f. Derajat kesadaran terganggu mulai dari somnolen sampai koma
g. Kejang terjadi pada 44% kasus.
Meningitis haemophillus influenza pada anak-anak berjalan secara progresif
lebih dari 24 – 72 jam
8. Gejala defisit neurologis dapat terjadi pada kurang lebih 15% kasus berupa
hemiparese, atau parese saraf otak
Meningitis haemophillus influenza sering terjadi pada anak-anak jarang
pada dewasa. Terdapatnya meningitis haemophillus influenza pada dewasa dapat
terjadi bila terdapat kelainan:
1. otitis media
2. sinusitis paranasal
3. adanya fokus infeksi lain paranasal
2002 digitized by USU digital library 5
4. adanya fistel antara ruang subarakhnoid dengan lingkungan luar yang dapat
terjadi setelah trauma kepala atau operasi
5. terjadi bersama sama dengan pneumonia, faringitis, atau penyakit gangguan
imunitas.
VII. DIAGNOSTIK
Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal punski dan
terdapatnya organisme atau antigennya dalam cairan serebrospinal. Pada
pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan:
1. Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua
2. Jumlah sel meningkat lebih dari 1000 sel/ml
3. Jenis sel terutama PMN
4. Kadar gula turun antara 0-20 mg/ml
5. Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit
6. Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum
mendapat pengobatan sebelumnya. Menurut McGowan dan kawankawan,
netter kultur dari darah (+) pada 65-75% kasus
7. Kadar asam laktat dan pH meningkat
8. Pada sediaan dengan methylen blue (+)
9. Pemeriksaan Counter current immunoelektrophoresa sensitif untuk
mendeteksi antigen haemophillus influenza dari cairan serebrospinal
dan darah
10. Adanya pembengkakan kapsul (capsule Swell) pada reaksi antigen
antibodi cepat terbentuk dan merupakan pemeriksaan diagnostik
penunjang untuk haemophillus influenza.
VIII. KOMPLIKASI
1. Subdural effusion
Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurangdari 2 tahun.
Sebgian besar asimptomatik, hanya dpat diagnosis melalui trnasiluminasi,
USG dan lain-lain.
Gejala:
a. anak iritable
b. febris
c. fontanel cembung
d. lingkar kepala membesar
e. penurunan kesadaran
f. papiledema
2. Lesi saraf kranial
Saraf otak yang paling terkena adalah N.VIII 8-24% mengalami tuli
permanen. Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III. Dapat juga
terjadi kebutaan (blindness)
3. Cerebral Infark
Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Thrombosis dari vena-vena
kecil didaerah kortikal menimbulkan Infark dan secara klinis timbul gejala
2002 digitized by USU digital library 6
neurologis fokal seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar
intrakranial dapat terjadi, dan puncaknya pada hari ketiga dan ke empat.
4. Kejang
Komplikasi kejang terjadi pada 20% - 50% kasus. Bentuk kejang dapat fokal
atau umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga. Patogenesa
dari kejang ini tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan karena toklsik atau
sekunder terhadap aadanya vaskulitis, iritasi kortikal, panas, gangguan
elektrolit atau proses immunologis.
5. SIADH
Menurut Kaplan dan Feigin (1978) hiponatremi dapat terjadi pada 20% kasus
meningitis pada anak-anak. Pada beebrapa kasus berhubungan dengan
pemberian cairan yang berlebihan, dan yang lain berhubungan dengan
adanya gangguan pengeluaran hormon antidiuretik oleh hipotalamus
(inappropiate antidiuretics hormone)
6. Gangguan intelektual
Sell dan kawan-kawan pada tahun 1972 mempelajari sejumlah anak setelah
mengalami meningitis haemophillus influenza dan menemukan bahwa mereka
mempunyai tingkat kepandaian (IQ) yang rendah. Reigein dan kawan-kawan
pada tahun 1976 menemukan bahwa IQ yang rendah terjadi pada 28%
kasus.
IX. PENGOBATAN
A. Perawatan Umum
Stabilisasi keadaan umum pasien, misalnya:
1. pemberian cairan intravena
2. pengawasan terhadap adanya syok, dehidrasi, gangguan elektrolik dan
TTIK
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diawasi dengan ketat. Hindari
terjadinya over hidrasi karena dapat menyebabkan perburukan penyakit atau
mempercepat terjadinya edema serebri.
B. Pengobatan Antibiotika
1. kombinsai antara ampicilin dan chloramphenicol dianjurkan sebagai
pengobatan awal pada meningitis haemophillus influenza
Dosis ampicilin 300 mg/kgBB/hari (maksimal 10 g/hari) selama 10-14
hari, dosis dibagi dan diberikan setiap 4 jam. Chloramphenicol lebih
bakterisit dibanding dengan ampicilin. Chloramphenicol cepat bersatu
dengan lekosit PMN dan dapat membunuh bakteri intraseluler. Dosis
perhari 75 mg/kgBB (maksimal 4 g). Pharmakokinetik dari
Chloramphenicol sangat bervariasi, maka kadar dalam serum harus
diawasi untuk memastikan kadar terapi serta menghindari kadar toksik
terutama pada bayi. Kadar terapi berkisar antara 15-25 μg/ml yang
didapat setelah 60-120 menit pemberian intravena atau oral. Bila kadar
lebih dari 30 μg/ml dapat mengakibatkan terjadinya penekanan sumsum
tulang dan kadar 50-80 μg/ml dapat menekan kontraksi miokardial. Bila
Chloramphenicol diberikan bersama-sama dengan fenobarbital dan
fenitoin kadar ketiganya harus dikontrol. Chloramphenicol menyebabkan
pemanjangan waktu paruh dari fenitoin dalam serum sehingga dapat
2002 digitized by USU digital library 7
menyebabkan kadar toksik dari fenitoin. Fenobarbital meningkatkan
metabolisme Chloramphenicol sehingga menurunkan kadar
Chloramphenicol.
2. Alternatif pengobatan dengan generasi ketiga dari Cephalosporin yairu
misalnya Cefotaxime atau Ceftriaxone. Menunjukkan efikasi yang sama
dengan kombinasi ampicilin dan Chloramphenicol. Dibanding dengan
kombinasi ampicilin dan Chloramphenicol, pengobatan dengan generasi
ketiga dari cephalosporin leboh cepat mensterilkan cairan serebrospinal.
Untuk anak-anak diberikan 1 kali perhari dan untuk dewasa dapat
diberikan 1 kali atau bila diberikan 2 kali hasil lebih baik.
Pengobatan terhadap komplikasi
1. Kejang
Bila terjadi kejang yang pertama harus diawasi adalah jalan nafas. Untuk
mengatasi kejang pada awalnya diberikan diazepam dan bila kejang
berlangsung terus dapat diberikan fenobarbital atau fenitoin
2. Subdural effusion
Bila pada gambaran CT scan ditemukan adanya penekanan terhadap otak,
tindakan harus segera dilakukan yaitu dengan subdural taps. Surgical
shunting atau drainage dilakukan bila subdural taps tidak memberikan
hasil yang baik.
3. Ketulian (Deafness)
Pemberian deksametason pada 4 hari pertama sakit dapat mencegah
terjadinya ketulian. Pemeriksaan segera pada awal penyakit dengan
menggunakan audiometri atau audimetri evoked potensial dan
pengobatan dengan terapi bicara dan pemberianalat dengar sangat
penting untuk mengurangi terjadinya komplikasi ini.
X. PENCEGAHAN
1. Imunisasi
Vaksin purified polyribosol ribitol phosphate (PRP) aman bila diberikan, juga
bersifat imunogen dan efektif dalam mencegah terjadinya penyakit yang
imvasi seperti meningitis yang disebabkan oleh haemophillus influenza pada
anak diatas 18 bulan. Bagaimanapun 60% -70% dari seluruh kasus
meningitis haemophillus influenza terjadi pada anak kurang dari 18 bulan.
Kombinasi antara PRP dengan vaksin pertusis atau protein carrier lain
memberikan harapan yang bermakna dalam tersedianya imunitas pada bayi
yang lebih muda. Dari penelitian Finlandia terbukti bahwa vaksin yang
terkonjugasi lebih bersifat imunogen dari pada vaksin PRP dan menunjukkan
imunitas dan proteksi setelah pemberian 3 dosis pada bayi usia 2-3 bulan
2. Khemoprofilaksis
Digunakan untuk bayi/anak yang kontak serumah dengan penderita
meningitis haemophillus influenza. Resiko terjadinya penularan meningkat
pada kontak serumah selama bulan pertama setelah terjadi kasus. 50%
terjadi dalam 3 hari setelah awitan dari meningitis dan 75% terjadi dalam 7
hari. Rata-rata serangan bervariasai tergantung umur, 3,8% pada anak
kurang dari 2 tahun, 1,5% pada anak 2-3 tahun, dan 0,1% pada anak 4-5
2002 digitized by USU digital library 8
tahun. Rifampisin digunakan sebagai prophilaksis dengan dosis 20
mg/kgBB/hari dengan 1 kali atau 2 kali pemberian. Maksimal dosis 600
mg/kgBB/hari selama 4 hari. Kontak yang telah mendapat vaksin juga
memerlukan profilaksis dengan rifampisin untuk membunuh bakteri dari
nasofaring.
XI. PROGNOSA
Prognosa yang buruk ditentukan oleh:
1. umur kurang dari 1 tahun
2. jarak antara sakit dan pemberian obat lebih dari 3 hari
3. ditemukannya lebih dari 10 mikro organisme/ml cairan serebrospinal
(berhubungan dengan tingginya konsentrasi antigen)
4. terdapatnya komplikasi SIADH
5. ditemukannya gejala neurologik fokal
6. awitan atau menetapnya kejang setelah 3 hari pengobatan
7. terdapatnya penurunan kesadaran terutama comma
8. terdapatnya gejala hiperthermi
9. jumlah lekosit dari cairan serebrospinal kurang dari 1000/cumm
10. kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/100ml.
Untuk menilai prognosa yang dapat terjadi setelah meningitis
haemophillus influenza dapat digunakam kriteria dari Herson-Todd.
(Herson-Todd Score)
XII. KESIMPULAN
Meningitis haemophillus influenza merupakan penyakit yang
terutama terjadi pada anak usia 2 bulan – 4 tahun dengan puncak insiden pada
usia 7-12 bulan. Pada dewasa terjadi bersamaan dengan kelainan pada tulang
kranial atau adanya penyakit gangguan imunitas.
Insiden terutama terjadi pada musim dingin, dimana pada musim
tersebut banyak terjadi infeksi pada traktus resphiratorius yang merupakan jalan
masuk kuman haemophillus influenza
Angka kematian pada yang tidak diobati mencapai 75% dan pada
yn mendapat pengobatan hanya 6%. Penyakit ini dapat dicegah dengan
imunisasi
2002 digitized by USU digital library 9
DAFTAR PUSTAKA
Adams RD. Principle of neurology, 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989: 32,
554, 589
Bell WE. Neurologic infections in children. 2nd ed. Philadelphia: WBSaunders,
1981: 135-154
Gilroy J. Basic neurology. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 1992: 251-275
Hodges JR. Bacterial (pyogenic) meningitis in Swash (ed) Clinical neurology
vo.1. London : Churchill, 1991: 815-865
Mathies AW. Influenzae meningitis (haemophillus influenza) vol. 33.
Amsterdam: North Holland, 1978: 53-59
Roos KL. Acute bacterial meningitis in children and adult,in Scheld WM.(ed)
Infections, the central nervus system. New York: raven Press, 1991:
335-407
Tunkel ARTERI. Bacterial infections in adults, in Asbury AK. Diasease of the
nervous system clinical neurobiology. 2nd ed. Philadelphia: WB
Saunders, 1992: 1340-1349
Weil ML. Infections of the nervous system in Menkes (ed) Textbook of child
neurology. 4th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1990: 327-423
1892 dari pasien dengan pneumoni. Merupakan bakteri gram negatif non
hemolitik, tidakbergerak dan tidak sporogeneus. Berbentuk pleomorfik yang
bervariasi dari bentuk lokus kecil sampai basil.
Haemophillus influenza dapat tumbuhbaik pada keadaan aerob dan
mudah mati dengan pengeringan atau pemanasan. Untuk tumbuh memerlukan
media yang berisi faktor X (hematin) dan faktor V. (nikotinamid dinukleotidal).
Karena faktor V normal terdapat dalam eritrosit yang utuh maka haemophillus
influenza tumbuh balik pada media dimana sel darah merah telah pecah seperti
pada coklat agar atau Levinthal agar.
Manusia merupakan satu-satunya host untuk haemophillus influenza
dan organisme tetap terpelihara di alam melalui penyebaran dari satu tuan
rumah yang rentan ke tuan rumah yang lainnya.
Margerett Pittman (1931) memperkenalkan adanya bentuk bakeri
haemophillus influenza yang terkapsul dantidak berkapsul, serta mengidentifikasi
bahwa bakteri pada kapsul polisakharida. Dari semua tipe hanya tipe b yang jelas
berbeda jenis kapsulnya yaitu polimer ribosa ribitol fosfat. Hampir seluruh infeksi
meningen disebabkan oleh haemophillus influenza tipe B.
IV. PATOGENESA
Patogenesa dari meningitis haemophillus influenza dapat terjadi
melalui beberapa fase:
1. Penyebaran kuman ke tuan rumah
2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring
3. Invasi kedalam traktus respiratorius
4. Penyebaran hematogen
5. Invasi ke susunan saraf pusat
Nasofaring dianggap merupakan jalan masuk untuk haemophillus
influenza pada manusia. Rute perjalanan penyakit adalah melalui sistem
respiratorius dengan dibentuknya koloni kuman pada nasofaring. Untuk
terjadinya suatu kolonisasi dari bakteri diperlukan sedikitnya 10 organisme,
kemudian akan bertahan selama beberapa minggu. Bakteri akanmelekat pada sel
epitel dari nasofaring melalui struktur spesifik permukaannya. Struktur tersebut
adalah fimbriae, organela ini tidak ditemukan pada isolasi dari darah atau cairan
serebro spinal. Kemudian bakteri akan mengalami replikasi. Haemophillus
influenza tipe B dengan cepat dapat menembus jaringan subepitelial dari
nasofaring danterdeteksi dalam aliran darah dalam beberapa menit. Faktor yang
dibutuhkan oleh kuman untuk menembus sawar mukosa dan menyerang tempat
lain dalam tubuh tidak diketahui.
2002 digitized by USU digital library 3
Setelah menembus jaringan subepitel sedikitnya terdapat 2 jalur dari
bakteri untuk mencapai aliran darah yaitu:
1. melalui saluran limfe
2. invasi langsung pada lapisan submukosa pembuluh darah. Keduanya dapat
terjadi dalam satu jam setelah bakteri masuk kedlam tubuh.
Setelah bakteri masuk kedalam ruang intravaskuler akan terjadi suatu
mekanisme pertahanan tubuh. Virulensi kuman tergantung pada kemampuan
kapsul polisakharida terhadap aktivitas bakterisidal dari faktor komplemen klasik
(C3) dari inhibisi vagositosis dari netrofil
Selain itu terdapat rute langsung dari nasofaring naik melalui tuba
eustachii ke telinga tengah sehingga kuman sering dapat diisolasi dari otitis
media purulenta. Pada bebeapa kasus ditemukan bahwa OMP atau mastoiditis
adalah tempat untuk invasi bakteri secara langsung.
Meningitis haemophillus influenza yang terjadi melalui rute hematogen
lebih sering terdapat daripada penyebaran secara langsung, dan terdapatnya
bakteriemi merupakan faktor primer dari lavasi sistem saraf pusat. Sesuai
dengan penyebaran melalui pembuluh darah, setelah beberapa jam bakteriemi
maka bakteri dapat ditemukan dalam cairan serebrospinal dan perubahan
histopatologis yang pertama (inflamasi meningen) terjadi pada daerah dari
susunan saraf pusat yang tidak berdekatan dengan nasofaring. Bila bakteri
mencapai susunan saraf pusat melalui penyebaran langsung dari nasofaring,
maka kultur dari darah akan negatif tetapi dari nasofaring akan positif.
V. PATOLOGI
Bila bakteri mencapai ruang subarakhnoid akan terjadi proses
inflamasi. Neutropil masuk kedalam ruang subarakhnoid menghasilkan eksudat
yang purulen. Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning
keabu-abuan atau kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam
sisterna pada daerah basal otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam
mulkus Sylvii dan Rolandi.
Eksudat perulan terkumpul dalam sisterna ini dan meluas kedalam
sisterna basal dan diatas permukaan posterior dari medula spinalis. Eksudat juga
dapat meluas kedalamselubung arakhonoid dari saraf kranial dan ruang
perivaskuler dari korteks. Dalam jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam
cairan yang ventrikel dan melekat pada dinding ventrikel dan pleksus khoroideus,
sehingga cairan ventrikel tampak berawan dan hal ini terjadi pada akhir minggu
pertama.
Pemeriksaan mikroskopik dari eksudat subarakhnoid pada stadium
awal dari infeksi menunjukkan terdapatnya sejumlah besar neutrofil dan bakteri.
Peran dari neutrofil pada stadium ini dalam menghapuskan infeksi tidak
diketahui. Adanya sisa bakteri yang hidup dalam eksudat menunjukkan bahwa
proses fagositosis oleh neutropil tidak sempurna. Konsentrasi leukosit yang
menurun dan meningkatnya bakteri dalam cairan serebrospinal berhubungan
dengan prognosa yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa neutropil mempunyai
peranan yang penting dalam mengontrol stadium pada awal terjadinya infeksi.
Dalam 48-72 jam pertama dari infeksi terjadi inflamasi dalam dinding
arteri kecil dan sedang subarakhnoid. Sel endotel membengkak dan
bermultipikasi sehingga lumen menyempit. Tunika adventisia diinfiltrasi oleh
neurotropil. Neutropil dan limfosit membentuk lapisan bawah dari tunika intima.
Vena maningeal menajdi memanjang danterbentuk proses inflamasi mural yaitu
2002 digitized by USU digital library 4
suatu nikrosis fokal pada dinding pembuluh darah. Infark hemerragik didaerah
kortikal terjadi sebagai hasil dari trombosis vena kortikal dan sinus dural.
Akhir minggu pertama terjadi perubahan komposisi seluler dari
eksudat subarakhnoid. Neutropil mengalami degenerasi dan dikeluarkan oleh
makrofag yang berasal dari histiosit meningen. Perubahan parenkhim otak terjadi
yaitu nukleus nukleus sel neuron dan sel glia menjadi mengkerut, pignotik dan
gelap. Sel mikroglia dan atrosit bertambah jumlahnya didaerah korteks serbral
dan korteks serebral, batang otak dan medula spinalis. Pada akhir minggu
pertama terdapat infiltrasi dari jaringan subependimal dan dari vaskuler oleh
neutrofil dan limfosit.
Pada akhir minggu kedua eksudat akan terbagi dalam dua lapisan luar
dibawah membran arakhnoid berisi neutrofil dan vibrin.lapisan dalam yang
berbatasan pada pia berisi limfosit, plasma sel dan makrofag. Karena eksudat
terus berkumpul maka akan terjadi sumbatan di cairan serebrospinal baik
komunikans ataupun non komunikans.
VI. GEJALA KLINIK
Gejala klinik meningitis haemophillus influenza sama dengan
meningitis lain yaitu:
1. Awitan akut
2. Panas biasanya mencapai 38,5 OC, bila tidak ada panas (hipotermi) prognosa
buruk
3. Muntah teradpat pada 82% kasus
4. Nyeri kepala terdapat pada anak umur lebih dari 5 tahun. Bila anak tidak
dapat mengeluh adanya nyeri kepala dan rangsang meningen dapat diduga
bila terdapat panas yang bersamaan dengan perubahan tingkah laku,
perubahan kesadaran dan kejang.
5. Tanda rangsang meningen seperti: kaku kuduk, kernig dan Brudzinski pada
77% kasus
6. Gangguan kesadaran terjadi pada 96% kasus
7. Pada anak kurang dari 2 tahun untuk meramalkan adanya meningitis yaitu
dengan menilai:
a. kualitas tangisan: lemah, merintih atau melengking.
b. Warna kulit: pucat, sianotik atau kelabu
c. Status hidrasi, biasanya terdapat dehidrasi
d. Terdapat pteknial rash
e. Reaksi terhadap rangsangan dari orang tua atau sekitarnya (negatif)
f. Derajat kesadaran terganggu mulai dari somnolen sampai koma
g. Kejang terjadi pada 44% kasus.
Meningitis haemophillus influenza pada anak-anak berjalan secara progresif
lebih dari 24 – 72 jam
8. Gejala defisit neurologis dapat terjadi pada kurang lebih 15% kasus berupa
hemiparese, atau parese saraf otak
Meningitis haemophillus influenza sering terjadi pada anak-anak jarang
pada dewasa. Terdapatnya meningitis haemophillus influenza pada dewasa dapat
terjadi bila terdapat kelainan:
1. otitis media
2. sinusitis paranasal
3. adanya fokus infeksi lain paranasal
2002 digitized by USU digital library 5
4. adanya fistel antara ruang subarakhnoid dengan lingkungan luar yang dapat
terjadi setelah trauma kepala atau operasi
5. terjadi bersama sama dengan pneumonia, faringitis, atau penyakit gangguan
imunitas.
VII. DIAGNOSTIK
Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal punski dan
terdapatnya organisme atau antigennya dalam cairan serebrospinal. Pada
pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan:
1. Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua
2. Jumlah sel meningkat lebih dari 1000 sel/ml
3. Jenis sel terutama PMN
4. Kadar gula turun antara 0-20 mg/ml
5. Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit
6. Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum
mendapat pengobatan sebelumnya. Menurut McGowan dan kawankawan,
netter kultur dari darah (+) pada 65-75% kasus
7. Kadar asam laktat dan pH meningkat
8. Pada sediaan dengan methylen blue (+)
9. Pemeriksaan Counter current immunoelektrophoresa sensitif untuk
mendeteksi antigen haemophillus influenza dari cairan serebrospinal
dan darah
10. Adanya pembengkakan kapsul (capsule Swell) pada reaksi antigen
antibodi cepat terbentuk dan merupakan pemeriksaan diagnostik
penunjang untuk haemophillus influenza.
VIII. KOMPLIKASI
1. Subdural effusion
Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurangdari 2 tahun.
Sebgian besar asimptomatik, hanya dpat diagnosis melalui trnasiluminasi,
USG dan lain-lain.
Gejala:
a. anak iritable
b. febris
c. fontanel cembung
d. lingkar kepala membesar
e. penurunan kesadaran
f. papiledema
2. Lesi saraf kranial
Saraf otak yang paling terkena adalah N.VIII 8-24% mengalami tuli
permanen. Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III. Dapat juga
terjadi kebutaan (blindness)
3. Cerebral Infark
Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Thrombosis dari vena-vena
kecil didaerah kortikal menimbulkan Infark dan secara klinis timbul gejala
2002 digitized by USU digital library 6
neurologis fokal seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar
intrakranial dapat terjadi, dan puncaknya pada hari ketiga dan ke empat.
4. Kejang
Komplikasi kejang terjadi pada 20% - 50% kasus. Bentuk kejang dapat fokal
atau umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga. Patogenesa
dari kejang ini tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan karena toklsik atau
sekunder terhadap aadanya vaskulitis, iritasi kortikal, panas, gangguan
elektrolit atau proses immunologis.
5. SIADH
Menurut Kaplan dan Feigin (1978) hiponatremi dapat terjadi pada 20% kasus
meningitis pada anak-anak. Pada beebrapa kasus berhubungan dengan
pemberian cairan yang berlebihan, dan yang lain berhubungan dengan
adanya gangguan pengeluaran hormon antidiuretik oleh hipotalamus
(inappropiate antidiuretics hormone)
6. Gangguan intelektual
Sell dan kawan-kawan pada tahun 1972 mempelajari sejumlah anak setelah
mengalami meningitis haemophillus influenza dan menemukan bahwa mereka
mempunyai tingkat kepandaian (IQ) yang rendah. Reigein dan kawan-kawan
pada tahun 1976 menemukan bahwa IQ yang rendah terjadi pada 28%
kasus.
IX. PENGOBATAN
A. Perawatan Umum
Stabilisasi keadaan umum pasien, misalnya:
1. pemberian cairan intravena
2. pengawasan terhadap adanya syok, dehidrasi, gangguan elektrolik dan
TTIK
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diawasi dengan ketat. Hindari
terjadinya over hidrasi karena dapat menyebabkan perburukan penyakit atau
mempercepat terjadinya edema serebri.
B. Pengobatan Antibiotika
1. kombinsai antara ampicilin dan chloramphenicol dianjurkan sebagai
pengobatan awal pada meningitis haemophillus influenza
Dosis ampicilin 300 mg/kgBB/hari (maksimal 10 g/hari) selama 10-14
hari, dosis dibagi dan diberikan setiap 4 jam. Chloramphenicol lebih
bakterisit dibanding dengan ampicilin. Chloramphenicol cepat bersatu
dengan lekosit PMN dan dapat membunuh bakteri intraseluler. Dosis
perhari 75 mg/kgBB (maksimal 4 g). Pharmakokinetik dari
Chloramphenicol sangat bervariasi, maka kadar dalam serum harus
diawasi untuk memastikan kadar terapi serta menghindari kadar toksik
terutama pada bayi. Kadar terapi berkisar antara 15-25 μg/ml yang
didapat setelah 60-120 menit pemberian intravena atau oral. Bila kadar
lebih dari 30 μg/ml dapat mengakibatkan terjadinya penekanan sumsum
tulang dan kadar 50-80 μg/ml dapat menekan kontraksi miokardial. Bila
Chloramphenicol diberikan bersama-sama dengan fenobarbital dan
fenitoin kadar ketiganya harus dikontrol. Chloramphenicol menyebabkan
pemanjangan waktu paruh dari fenitoin dalam serum sehingga dapat
2002 digitized by USU digital library 7
menyebabkan kadar toksik dari fenitoin. Fenobarbital meningkatkan
metabolisme Chloramphenicol sehingga menurunkan kadar
Chloramphenicol.
2. Alternatif pengobatan dengan generasi ketiga dari Cephalosporin yairu
misalnya Cefotaxime atau Ceftriaxone. Menunjukkan efikasi yang sama
dengan kombinasi ampicilin dan Chloramphenicol. Dibanding dengan
kombinasi ampicilin dan Chloramphenicol, pengobatan dengan generasi
ketiga dari cephalosporin leboh cepat mensterilkan cairan serebrospinal.
Untuk anak-anak diberikan 1 kali perhari dan untuk dewasa dapat
diberikan 1 kali atau bila diberikan 2 kali hasil lebih baik.
Pengobatan terhadap komplikasi
1. Kejang
Bila terjadi kejang yang pertama harus diawasi adalah jalan nafas. Untuk
mengatasi kejang pada awalnya diberikan diazepam dan bila kejang
berlangsung terus dapat diberikan fenobarbital atau fenitoin
2. Subdural effusion
Bila pada gambaran CT scan ditemukan adanya penekanan terhadap otak,
tindakan harus segera dilakukan yaitu dengan subdural taps. Surgical
shunting atau drainage dilakukan bila subdural taps tidak memberikan
hasil yang baik.
3. Ketulian (Deafness)
Pemberian deksametason pada 4 hari pertama sakit dapat mencegah
terjadinya ketulian. Pemeriksaan segera pada awal penyakit dengan
menggunakan audiometri atau audimetri evoked potensial dan
pengobatan dengan terapi bicara dan pemberianalat dengar sangat
penting untuk mengurangi terjadinya komplikasi ini.
X. PENCEGAHAN
1. Imunisasi
Vaksin purified polyribosol ribitol phosphate (PRP) aman bila diberikan, juga
bersifat imunogen dan efektif dalam mencegah terjadinya penyakit yang
imvasi seperti meningitis yang disebabkan oleh haemophillus influenza pada
anak diatas 18 bulan. Bagaimanapun 60% -70% dari seluruh kasus
meningitis haemophillus influenza terjadi pada anak kurang dari 18 bulan.
Kombinasi antara PRP dengan vaksin pertusis atau protein carrier lain
memberikan harapan yang bermakna dalam tersedianya imunitas pada bayi
yang lebih muda. Dari penelitian Finlandia terbukti bahwa vaksin yang
terkonjugasi lebih bersifat imunogen dari pada vaksin PRP dan menunjukkan
imunitas dan proteksi setelah pemberian 3 dosis pada bayi usia 2-3 bulan
2. Khemoprofilaksis
Digunakan untuk bayi/anak yang kontak serumah dengan penderita
meningitis haemophillus influenza. Resiko terjadinya penularan meningkat
pada kontak serumah selama bulan pertama setelah terjadi kasus. 50%
terjadi dalam 3 hari setelah awitan dari meningitis dan 75% terjadi dalam 7
hari. Rata-rata serangan bervariasai tergantung umur, 3,8% pada anak
kurang dari 2 tahun, 1,5% pada anak 2-3 tahun, dan 0,1% pada anak 4-5
2002 digitized by USU digital library 8
tahun. Rifampisin digunakan sebagai prophilaksis dengan dosis 20
mg/kgBB/hari dengan 1 kali atau 2 kali pemberian. Maksimal dosis 600
mg/kgBB/hari selama 4 hari. Kontak yang telah mendapat vaksin juga
memerlukan profilaksis dengan rifampisin untuk membunuh bakteri dari
nasofaring.
XI. PROGNOSA
Prognosa yang buruk ditentukan oleh:
1. umur kurang dari 1 tahun
2. jarak antara sakit dan pemberian obat lebih dari 3 hari
3. ditemukannya lebih dari 10 mikro organisme/ml cairan serebrospinal
(berhubungan dengan tingginya konsentrasi antigen)
4. terdapatnya komplikasi SIADH
5. ditemukannya gejala neurologik fokal
6. awitan atau menetapnya kejang setelah 3 hari pengobatan
7. terdapatnya penurunan kesadaran terutama comma
8. terdapatnya gejala hiperthermi
9. jumlah lekosit dari cairan serebrospinal kurang dari 1000/cumm
10. kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/100ml.
Untuk menilai prognosa yang dapat terjadi setelah meningitis
haemophillus influenza dapat digunakam kriteria dari Herson-Todd.
(Herson-Todd Score)
XII. KESIMPULAN
Meningitis haemophillus influenza merupakan penyakit yang
terutama terjadi pada anak usia 2 bulan – 4 tahun dengan puncak insiden pada
usia 7-12 bulan. Pada dewasa terjadi bersamaan dengan kelainan pada tulang
kranial atau adanya penyakit gangguan imunitas.
Insiden terutama terjadi pada musim dingin, dimana pada musim
tersebut banyak terjadi infeksi pada traktus resphiratorius yang merupakan jalan
masuk kuman haemophillus influenza
Angka kematian pada yang tidak diobati mencapai 75% dan pada
yn mendapat pengobatan hanya 6%. Penyakit ini dapat dicegah dengan
imunisasi
2002 digitized by USU digital library 9
DAFTAR PUSTAKA
Adams RD. Principle of neurology, 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989: 32,
554, 589
Bell WE. Neurologic infections in children. 2nd ed. Philadelphia: WBSaunders,
1981: 135-154
Gilroy J. Basic neurology. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 1992: 251-275
Hodges JR. Bacterial (pyogenic) meningitis in Swash (ed) Clinical neurology
vo.1. London : Churchill, 1991: 815-865
Mathies AW. Influenzae meningitis (haemophillus influenza) vol. 33.
Amsterdam: North Holland, 1978: 53-59
Roos KL. Acute bacterial meningitis in children and adult,in Scheld WM.(ed)
Infections, the central nervus system. New York: raven Press, 1991:
335-407
Tunkel ARTERI. Bacterial infections in adults, in Asbury AK. Diasease of the
nervous system clinical neurobiology. 2nd ed. Philadelphia: WB
Saunders, 1992: 1340-1349
Weil ML. Infections of the nervous system in Menkes (ed) Textbook of child
neurology. 4th ed. Philadelphia : Lea & Febiger, 1990: 327-423
Tidak ada komentar:
Posting Komentar