Sabtu, 08 Mei 2010

Menangani dan Mengobati Gigitan Ular


Cara Menangani dan mengobati orang yang tergigit ular berbisa


ANGGAP SEMUA GIGITAN ULAR ITU BERBISA. A. GEJALA & TANDA:
  1. KHAS PADA BEKAS GIGITAN.
  2. (DUA LUKA TUSUK PADA JARAK TERTENTU, KADANG ADA BEKAS LUKA GIGITAN GIGI BAWAH YANG > DANGKAL).
  3. BENGKAK & PERDARAHAN.
  4. NYERI HEBAT LOKAL.
  5. MUAL, MUNTAH, MENCRET, SAKIT KEPALA, PENGLIHATAN KABUR,
  6. SUKAR BERNAFAS (depresi nafas), SAKIT DADA & PERUT, PINGSAN.
  7. TANDA KELEMAHAN, PUSING, NADI CEPAT TIDAK TERATUR.
  8. TANDA KERACUNAN --> BENGKAK & WARNA BEKAS GIGITAN BERUBAH.

TANDA-TANDA BISA MUNCUL KEMBALI 3 HARI PASCA GIGITAN.
Derajat Keracunan Ular :
0 : Tdk tdp keracunan, nyeri lokal minimal
1 : Keracunan minimal, nyeri lokal, Gx sistemik tdk ada
: Keracunan sedang, Gx sistemik ada : mual, neurotik, parestesia,
pembesaran KGB regional
: Keracunan hebat, Gx sistemik : Hipertensi, Ptechiae, ekimosis &
syok
4 : Keracunan sangat berat, gagal ginjal & koma

B. TINDAKAN:
Prinsip tindakan : Cegah pnyebaran bisa, netralkan bisa ,
Obati Kx

2. CEGAH PENYEBARAN BISA;
*. IKAT KUAT 2-4 INCH DIATAS GIGITAN
Lebar ikatan : ¾ - 1,5 inch
*. ANGGOTA GERAK TERGIGIT ->ISTIRAHATKAN
*. DAERAH TERGIGIT -> DILETAKKAN LEBIH RENDAH DARI TUBUH.
*. KOMPRES ES LOKAL.
3. RAWAT LUKA :
- HINDARI KONTAK LUKA DG YODIUM, ZAT ASAM,
- KELUARKAN RACUN SEGERA -> Hisap/ Suction Cup /
Incisi

3. Tx : SABU
Pasang infus RL beri SABU IV tetesan cepat
Drj 0-1 : tdk perlu SABU
Drj 2 : 20 cc
Drj 3-4 : 40-100 cc
Bila ada tanda laryngospasme, urticaria, Bronchospasme, hypotensi : adrenalin 0,5 mg & Hydrocortison 100 mg IV

4. SUPPORTIF :
- Awasi CVS , resp. & st. neurologis dg ketat. Apabila tjd penurunan SABU bisa diberikan lagi sesuai dg Gx
Berikan diuretik
Antibiotik & ATS

GIGITAN ANJING / KERA / KUCING YG DICURIGAI RABIES IMUNISASI PASIF ( DG SERUM ANTI RABIES ) : Rabies imunoglobulin (Patent : Hyperab/ Imugam) dosis 20 U/ kgBB. 1 amp. Isi 300 IU. Cara pemberian : ½ infiltrasi sekitar luka, ½ IM
Serum kuda ( S.A.R ), diberika bila hyperab tdk tersedia dlm waktu 24 jam pasca kontak. Dosis 0,5 cc / kgBB


IMUNISASI AKTIF ( VAKSIN ANTI RABIES ) : Human Diploid Cell Vaccine (HDCV), diberikan dlm 5 dosis, scr IM pd hr ke 0,3,7,14 & 28
Duck Embryo Virus Vaccine ( DEV ), bila HDCV tak tersedia
diberikan sdlm 21 dosis scr subkutan didaerah perut, paha, bokong scr bergilir tiap hari selama 21 hr

PENATALAKSANAAN SENGATAN TAWON Pd Px yg tak sensitif hanya mengeluh sakit, bengkak & kemerahan
Berat reaksi :
Reaksi ringan : urtika, malaise, gelisah
Reaksi sedang : edema anasarka, sesak nafas, Wh +, Nyeri abd, mual,muntah
Reaksi berat : reaksi sedang diikuti disfagi, pelo, kesadaran menurun
Reaksi syok
Penanganan : anti histamin & Symptom

PENATALAKSANAAN GIGITAN UBUR-UBUR & IKAN BERACUN GIGITAN UBUR-UBUR Bengkak kemerahan
Reaksi Anafilaksis tjd bila Jml banyak dg akibat gagal nafas & CVS
Tx : Resusitasi, Tourniquet, symptom, anti alergi
Prognosa baik bila masa 10 menit tdk tampak komplikasi

GIGITAN IKAN BERACUN Tusukan salah satu sirip yg mgd bisa
Rasa sakit hebat saat tertusuk, penderita pingsan kmd tenggelam
Reaksi radang, lemas & daerah regional nyeri
Sistemik : Kegagalan CVS akbat depresi myocardial, tonus PD hilang, paralise umum s/d koma

KERACUNAN Pengertian racun
Suatu zat yang bila masuk dalam tubuh dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan reaksi tubuh yang tidak diinginkan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Reaksi kimianya merusak jaringan tubuh atau mengganggu fungsi tubuh.
Harus dibedakan dengan reaksi obat.

Keracunan pada manusia
  • Sengaja
  • Bunuh diri
  • Tidak sengaja
  • Pencemaran
  • Salah minum (anak dan orang tua)
  • Makanan beracun
  • Udara beracun
  • Penyalahgunaan obat
  • Cara racun masuk dalam tubuh manusia
  • Mulut/alat pencernaan
  • Pernapasan
  • Kontak atau penyerapan (kulit)
  • Suntikan / gigitan
Keracunan : Pertanyaan
  1. Apakah kira-kira bahan penyebabnya ?
  2. Berapa banyak jumlah zatnya ?
  3. Kapan kejadiannya ?
  4. Upaya pertolongan apa yang sudah dilakukan ?

Gejala dan tanda umum keracunan Riwayat yang berhubungan dengan proses keracunan
Penurunan respon, gangguan status mental (misalnya gelisah, ketakutan)
Gangguan pernapasan
Nyeri kepala, pusing, gangguan penglihatan
Mual, muntah
Lemas, lumpuh, kesemutan
Pucat atau sianosis
Kejang-kejang
Syok
Gangguan irama jantung dan peredaran darah pada zat tertentu.

Keracunan melalui mulut : Mual, muntah.
Nyeri perut.
Diare.
Napas/mulut berbau.
Suara parau, nyeri di saluran cerna (mulut dan kerongkongan).
Luka bakar pada daerah mulut atau sisa racun di daerah mulut
Produksi liur berlebihan, mulut menjadi seperti berbusa

Keracunan melalui pernapasan : 1. Gangguan pernapasan dan sesak napas.
2. Kulit sianosis (kebiruan)
3. Napas berbau.
4. Batuk, suara parau

Keracunan melalui kulit : 1. Reaksi kulit : daerah kontak berwarna kemerahan, nyeri, melepuh dan meluas.
2. Syok anafilaktik
C. Penatalaksanaan keracunan secara umum

Pengamanan tempat kejadian Pengamanan penderita dan penolong terutama bila berada di daerah dengan gas beracun.
Keluarkan penderita dari daerah berbahaya bila memungkinkan.
Penilaian dini, bila perlu lakukan RJP.
Bila racun masuk melalui jalur kontak, maka buka baju Px, Bersihkan sisa bahan beracun & bilas daerah tsb dg air
Awasi jalan napas, terutama bila respon menurun / Px muntah.
Beri oksigen, khususnya pada keracunan melalui udara.
Bila ada petunjuk seperti pembungkus, sisa muntahan dan sebagainya sebaiknya diamankan untuk identifikasi.

Penatalaksanaan syok bila terjadi Pantaulah tanda vital secara berkala.


CATATAN : Jangan memberikan susu pada keracunan yang diketahui mengandung fosfat, karena dapat bereaksi.
Dimuntahkan, hanya efektif bila dilakukan dalam 2 jam pertama setelah keracunan.

Tidak boleh dimuntahkan pada :
  • Menelan asam/basa kuat.
  • Menelan minyak.
  • Korban kejang atau ada bakat kejang.
  • Korban tidak sadar/ada gangguan kesadaran.

Jumat, 07 Mei 2010

ASKEP KELUARGA



Pengertian
Rangkaian kegiatan yg diberikan mll Praktek Keperawatan Kelg u/ mbantu menyelesaikan masl. Kesh Kelg dg menggunakan proses keperawatan.

TUJUAN
Tujuan Umum : Ditingkatkanya kemampuan kelg dlm mengatasi masl kesehatannya scr mandiri
Tujuan khusus : ditingkatkannya kemampuan kelg dalam :

  1. Mengenal masalah keseh keluarga
  2. Memutuskan tindakan yg tepat u/ mengatasi masl keseh kelg.
  3. Melakukan tindakan keperw keseh kelg kepada anggota kelg yg sakit, mempunyai g3 fungsi tubuh dan atau yg membutuhkan pertolongan.
  4. Memelihara lingkungan ( fisik, psikis, sosial ) sehingga dapat menunjang peningkatan keseh kelg
  5. Memanfaatkan sumber daya yg ada di masyarakat misalnya : puskesmas, Pustu, askin dan posyandu u/ memperoleh yankes.

SASARAN
Keluarga – keluarga yg Rawan Kesehatan yaitu :
Keluarga yg mempunyai masalah kesehatan atau yg beresiko terhadap timbulnya masalah kesehatan

PROSES KEPERAWATAN KELUARGA
TAHAPAN NYA MELIPUTI :
Pengkajian kelg dan Individu di dalam keluarga.
Yang termasuk pengkajian keluarga :
a. Mengidentifikasi data demografi dan
sosio kultur
b. data lingkungan
c. Struktur dan fungsi keluarga
d. Stres dan strategi koping yg digunakan keluarga
e. Perkembangan keluarga

Yang termasuk pengkajian individu adl:
a. Fisik b. mental
c. Emosi d. Sossial
e. Spiritual

Perumusan diagnosa keperw Kelg
Penyusunan rencana
Pelaksanaan Askep
Evaluasi

PENGKAJIAN KELUARGA
Data umum dg mengidentifikasi data demografi dan sosio kultur meliputi :

* Nama kepala keluarga
* Alamat dan No telpon
* Pekerjaan KK
* Pendidikan KK

Komposisi Keluarga
Status imunisasi dan KB
Genogram dibuat 3 generasi
Tipe Keluarga
Suku bangsa
Agama
Status sosial ekonomi keluarga
Aktifitas rekreasi keluarga
Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan kelg saat ini

GENOGRAM
LK PR Identi klien mninggal menikah pisah
Cerai anak angkat
Tugas perkembangan keluarga yg belum terpenuhi
Riwayat keluarga inti
Riw Keseh masing2 angg kelg,
Kel- Utama angg kelg  merupk Masalah/problem pd DX Kep kelg
Riwayat kes keluarga sebelumnya.
Riw dari kelg masing2, baik dari suami atau istri

Data Lingkungan
Karakteristik rumah
Karakteristik tetangga dan komunitas
Mobilitas geografis keluarga
Perkumpulan kelg dan interaksi dg masyarakat.

Sistem pendukung keluarga
Struktur keluarga
Pola komunikasi keluarga
Struktur kekuatan keluarga
Struktur peran
Nilai dan norma keluarga
Fungsi keluarga
Fungsi afektif
Fungsi sosialisasi
Fungsi reproduksi

Fungsi perawatan kesehatan ( tugas kelg)
Ditanyakan masing2 yaitu :
1. Fungsi mengenal masalah keseh
2. Fungsi mengambil keputusan
3. Fungsi merawat angg kelg
4. Fungsi memelihara lingk
5. Fungsi memanfaatkan yankes
Data diatas sebagai Etiologi pada DX kep Kelg

Fungsi ekonomi
Stress dan strategi koping
Stressor jangka pendek dan jangka panjang
Kemampuan kelg berespon terhadap situasi/sterssor
Stategi koping yg digunakan
Stategi adaptasi disfungsional

PENGKAJIAN INDIVIDU SBG ANGGOTA KELG
Pemeriksaan fisik setiap anggota kelg : fisik, mental, emosi, sosial dan spiritual
HARAPAN KELUARGA

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA
1. Aktual (G3 kesehatan)
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari gangguan kesehatan.
Contoh :

P : Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan pada balita ( anak M), keluarga bapak T
E : berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota kelg dg G3 mobilisasi

2. Resiko (ancaman)
Sudah ada data yg menunjang namun belum terjadi gangguan.
Contoh :
P : Resiko terjadi konflik pada kelg Bpk I
E : berhubungan dg ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi

P : Resiko gangguan pergerakan pada lansia (ibu G) kelg bapak J
E : berhubungan dengan ketidakmampuan kelg merawat anggota kelg dg keterbatasan gerak

3. Potensial (keadaan sejahtera/wellness)
Suatu keadaan dimana kelg dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan kelg dapat ditingkatkan

Contoh :
P : Potensial terjadi peningkatan keejahteraan pada ibu hamil (ibu N) keluarga bapak F
P : Potensial peningkatan status kesehatan pada bayi kelg bapak X

SKALA MENENTUKAN PRIORITAS ASKEP KELUARAGA (BAILON&MAGLAYA, 1978)

Faktor yg mempengaruhi penentuan prioritas :
Kriteria I : sifat masalah, bobot yg lebih berat, tidak/kurang sehat :
  • Memerlukan tindakan segera
  • Disadari dan dirasakan o/ keluarga

Kriteria II : kemungkianan masalah dapat diubah, perhatikan terjangkaunya faktor2 sebagai berikut :

  • Pengetahuan yg ada sekarang, Tehnologi dan tindakan u/ menangani masalah
  • Sumberdaya kelg : dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga
  • Sumber daya perawat : dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan waktu
  • Sumber daya masyarakat : dalam bentuk fasilitas , organisasi dlm masyarakat dan sokongan masyarakat

Kriteria III : potensial masalah dapat dicegah, faktor2 yg perlu diperhatikan :
  • Kepelikan dari masalah yg berhubungan dg penyakit atau masalah
  • Lamanya masalah, yg berhubungan dg jangka waktu masalah itu ada
  • Tindakan yg sedang dijalankan adalah tindakan2 yg tepat dlm memperbaiki masalah
  • Adanya kelompok” High risk” atau kelp yg sangat peka menambah potensi u/ mencegah masalah

Kriteria IV : menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana kelg melihat masalah kesehatan tersebut .
Nilai skor yg tertinggi yg terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan kelg

TAHAPAN TINDAKAN KEP KELUARGA
Menstimulasi kesadaran/penerimaan kelg mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dg cara :
Memberikan informasi
Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan ttg kesehatan
Mendorong sikap emosi yg sehat terhadap masalah

2. Menstimulasi kelg u/ memutuskan cara perawatan yg tepat dg cara :
  • Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan
  • Mengidentifikasi sumber2 yg dimiliki kelg
  • Mendiskusikan ttg konsekwensi tiap tindakan

3. Memberikan kepercayaan diri dlm merawat anggota kelg yg sakit, dg cara :

  • Mendemonstrasikan cara perawatan
  • Menggunakan alat dan fasilitas yg ada di rumah
  • Mengawasi kelg melakukan perawatan
4. Membantu kelg u/ menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, dg cara :
  • Menemukan sumber2 yg dapat digunakan kelg
  • Melakukan perubahan lingkungan kelg seoptimal mungkin
5. Memotivasi kelg u/ memanfaatkan fasilitas kesehatan yg ada, dg cara :
  • Mengenalkan fasilitas kesehatan yg ada di lingkungan kelg
  • Membantu kelg menggunakan fasilitas kesehatan yg ada

EVALUASI
Evaluasi disusun dg menggunakan SOAP secara operasional
S : adalah hal2 yg dikemukakan o. kjelg secar subyektif setelah dilakukan intervensi keperawatan
O : adalah hal2 yg ditemui oleh perawat secara obyektif setelah dilakukan intervensi keperawatan

A: adalah analisa dari hail yg telah dicapai dg mengacu pada tujuan yg terkait dg diagnosis

P : adalah perencanaan yg akan datang setelah melihat respon dari kelg pada tahapan evaluasi

ASKEP CEDERA KEPALA



ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA



Incidence (AS)

# 500.000 /th 10 % meninggal Pra MRS

80 % CKR 3 % memburuk

10 % CKS 10 – 20 % CKB

10 % CKB

# 100.000 orang tiap th menderita cacad akibat CK

* Rujukan :

- Umur / waktu / mekanisme

- St. resp. / CVS

- GCS

- Cedera penyerta



Cedera kepala

Cedera kepala dan otak hampir serupa

Jangan mencoba mencabut benda yang menancap di kepala tetapi stabilkan

Jangan menhalangi aliran cairan otak atau melalui hidung, telinga atau luka di kepala

GCS



KLASIFIKASI CEDERA TERGANTUNG :

1. MEKANISME :Luka Tumpul & Luka tembus

2. BERATNYA :

* CKR :

Cedera kpl dg kehilangan fungsi neurologis sesaat

Kehilangan kesadaran singkat

PU punya periode amnesia

Px sadar dg GCS 13-15

* CKB :- Gangguan kesadaran dg GCS < e="1;M="5;V="">



Frakture dasar tengkorak ( basis Cranii ) :

- Ekimosis periorbital ( Racoon eye sign )

- Ekimosis retro auricular ( Battles sign )

- Kebocoran CSS ( Rinorhoe , Ottorhoe )

- Parese N. Facialis



Cedera otak sekunder

  • 30 % Hipoksemia
  • 13 % Hipotensi
  • 12 % Anemia CKB + Hipoksia + Hipotensi Mortalitas
  • 75 %CKB + Hipotensi Mortalitasnya 2x dp CKB - Hipotensi


Koma : Px tdk mampu melaksanakan perintah, Mengeluarkan suara & tdk dpt membuka mata 90 % Px GCS < style="font-weight: bold;">



PENATALAKSANAAN :

Prinsip tindakan :

O2

Cairan

Cegah Cedera otak sekunder

1. CKR : dipulangkan dengan di beri penjelasan sesuai lb observasi

2. CKS : Diperlakukan sebagai CKB tanpa dilakukan intubasi

3. CKB :

* Manitol 20 %, 1 gr /kg IV, dlm 30 menit

Tujuan : menurunkan tek. Intra cranial

Indikasi :- Koma dg RC normal dilatasi

- Pupil dilatasi bilateral tanpa hipotensi

* Furosemid





CEDERA TULANG BELAKANG & MEDULA SPINALIS

Data kasus :

15 % dg cedera spt diatas Cedera C.Spine

55 % CTB R. cervical

15 % CTB Thoracal,Thoracolumbal & Lumbosacral

5 % CK CTB



Korban tak sadar

Multi trauma

Jejas diatas klavicula

Gangguan motorik extremitas

Gejala dan tanda cedera spinal

Mati rasa pada alat gerak

Kelumpuhan alat gerak

Nyeri pada saat menggerakkan lengan atau tungkai

Ada bagian yang lebih sensitif atau nyeri di bagian distal atau

Pada punggung :



Perubahan bentuk

Cedera kepala , gumpalan darah di bahu, punggung atau sisi

Gejala dan tanda cedera spinal

6. Pada korban :

Hilangnya kemampuan mengendalikan BAB/BAK

Sulit bernapas, dengan atau tanpa pergerakan dada

Korban mungkin ditemukan dengan posisi lengan di atas kepala

Priapismus



Pengelolaan umum

* ABC

* IMOBILISASI :

Collar cervical

Long spinal Board

Basket stretcher

Plester

Tali pengikat

Kateter urin



STROKE HAEMORHAGIC

Ggn / kerusakan neurologic yang disebabkan oleh kekacauan aliran darah pd sebagian otak



KLASIFIKASI STROKE

ISCHEMIC STROKE :

penyebabnya adalah suplly melalui pembuluh darah ke otak tgg (tersumbat)

# 75 % KASUS

Penyebab : Trombosis dan Emboli

HAEMORHAGIC STROKE :

Rupture artery cerebral

Pada permukaan otak : subarachnoid haemorhagic

Pada parenchym otak : Intra cerebral haemorhagic

Penyebab : >> hypertensi



FAKTOR RESIKO

A. MODIFIABLE

Hypertensi

Rokok

Heart disease

DM

TIA

ERITROSIT TINGGI (POLICITEMIA)





B. UNMODIFIABLE

UMUR

GENDER

RAS

HEREDITAR

Stroke berulang (prior stroke)

TANDA & GEJALA STROKE ISCHEMIC

Defisit neurologis scr mendadak / sub akut :

Kelumpuhan wajah / anggota badan

Ggn sensibiltas pd satu / lebih

Prbh mendadak st. mental ( konfusi, delirium, letargi, stupor, koma)

Afasia (sulit ngomong, bicara tdk lancar)

Disatria (bicara pelo)

Ggn penglihatan

Vertigo, mual, muntah , nyeri kpl

Tjd saat bangun pagi / waktu istirahat

Kesadaran biasanya normal, kec. Emboli luas

Tjd pada usia > 50 th



TANDA & GEJALA STROKE HAEMORHAGIC

A. Intra cerebral :

Serangan >> siang hari

>> Hypertensi

Saat aktivitas, emosi, marah

Nyeri kepala hebat

Mual/muntah pd awal serangan

Kesadaran cepat menurun/coma

- 65 % < ½ jam - 23 % ( ½ s/d 2 jam ) - 12 % > 2 jam

Sub Arachnoid :

Nyeri kpl hebat / akut

Kesadaran tgg & bervariasi

Ada tanda / Gx ransang meningeal

Diagnosa

Gejala klinis

Pemeriksaan fisik

Ct-Scan

MRI (magnetik resonansi)

PENATALAKSANAAN stroke ischemic

Obati faktor penyebabnya

Membatasi / memulihkan ischemia acut yg sedang berlangsung (<> 220 / 120 mmHg

PENATALAKSANAAN stroke haemorhagic



Kendalikan segera hypertensi

Turunkan tekanan intra cranial :

Manitol 20 %

Gliserol 50 %

Furosemid


ASKEP Hipertensi



ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

HIPERTENSI

1. Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Barbara Hearrison 1997).

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

2. Etilogi

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer, Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.

b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.

c. Stress Lingkungan

d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

a. Hipertensi Esensial (Primer)

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.

b. Hipertensi Sekunder

Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

3. Patofisiologi

Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.

Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah, muka pucat suhu tubuh rendah.

5. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.

1. Diet

Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

2. Aktivitas

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan

batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.

b. Penatalaksanaan Farmakologis

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.

2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.

3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

4. Tidak menimbulakn intoleransi.

5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.

b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.

h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi

1. Pengkajian

a. Aktivitas/ Istirahat.

Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

b. Sirkulasi

Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.

Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.

c. Integritas Ego.

Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.

Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu.)

e. Makanan/cairan

Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak

serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

f. Neurosensori

Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala, subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).

Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.

g. Nyeri/ ketidaknyaman

Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit kepala.

h. Pernafasan

Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea, ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.

i. Keamanan

Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

j. Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit jantung, DM.

Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskuler cerebral.

3. Intervensi

Diagnosa 1. :

Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.

Kriteria Hasil :

Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).

2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.

Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena).

3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).

4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler (adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).

5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).

6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).

7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah).

8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi antihipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).

Dignosa 2. :

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

Kriteria Hasil :

- Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi :

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja / jantung).

2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).

3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung).

4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).

5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas. (Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan).

Diagnosa 3

Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.

Kriteria Hasil :

Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang diresepkan.

Intervensi :

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi).

2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya).

3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral).

4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).

5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas, diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf

simpatis).

Askep Anak Appendiksitis

APPENDIKSITIS



A. Pengertian
1. Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
2. Appendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
3. Appendiksitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

B. Etiologi
1. Menurut Syamsyuhidayat,2004:
a. Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
b. Tumor apendiks.
c. Cacing ascaris.
d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e. Hiperplasia jaringan limfe.

2. Menurut Mansjoer , 2000 :
a. Hiperflasia folikel limfoid.
b. Fekalit.
c. Benda asing.
d. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
e. Neoplasma.

3. Menurut Markum,1996:
a. Fekolit
b. Parasit
c. Hiperplasia limfoid
d. Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
e. Tumor karsinoid

C. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000:
Appendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Tahapan Peradangan Appendisitis
a. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
b. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)

D. Manifestasi Klinik
Menurut Betz, Cecily, 2000:
  • sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana bawah
  • Anoreksia
  • Mual
  • Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
  • Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
  • Nyeri lepas.
  • Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
  • Konstipasi.
  • Diare.
  • Disuria.
  • Iritabilitas.
  • Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.

2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer,2000

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

E. Komplikasi
1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994:
a. Perforasi.
b. Peritonitis.
c. Infeksi luka.
d. Abses intra abdomen.
e. Obstruksi intestinum.

2. Menurut Mansjoer, 2000
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

F. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain:
1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:
a. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri viseral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma

a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan
b. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum)
c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit.
d. Foto polos pada apendisitis perforasi :

1) Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah.
2) Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
3) Garis lemak pra peritoneal menghilang.
4) Scoliosis ke kanan.
5) Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralysis usus-usus lokal di daerah proses interaksi.

3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer,2000:
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Operasi
a. Apendiktomi.
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3. Pasca operasi
a. Observasi TTV.
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :
a. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
c. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Appendiksitis

A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain:
1. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat : Malaise.
e. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
g. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
h. Demam lebih dari 380C.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
Pre Operasi
I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
IV. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Post Operasi
I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

NIC : Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat
6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.

NOC: Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.

NIC: Pengelolaan Nutrisi
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
4. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

DxIII. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal 370 C

NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
3. Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
4. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian.
5. Berikan cairan intravena

Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi teratasi.
NOC: Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2. Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3. Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
NIC: Penatalaksanaan defekasi
1. Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk, volume, dan warna yang tepat.
2. Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas defekasi dan penggunaan laksatif.
3. Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan cairan,aktivitas dan latihan.
4. Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.
5. Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku.
Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari gejala peritonitis.

NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas normal.
3. Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi rupturnya apendiks.
2. Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan yang tepat.
3. Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan meningkatkan resiko perforasi.
4. Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5. Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.

NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
KH: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC : Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor vital sign dan status hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
5. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6. Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka bedah.
NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).
2. Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi.
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.
4. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set ganti balut yang steril.
5. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas
2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

D. Evaluasi
Evaluasi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:
Pre operasi
Dx 1 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan
- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan
- skala 3 : sedang
Dx 2 : - skala 1 : tidak adekuat - skala 4 : kuat
- skala 2 : ringan - skala 5 : adekuat total
- skala 3 : sedang
Dx 3 : - skala 1 : tidak pernah - skala 4 : sering
- skala 2 : jarang - skala 5 : selalu
- skala 3 : kadang-kadang
Dx 4 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan
- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan
- skala 3 : sedang
Dx 5 : - skala 1 : tidak pernah - skala 4 : sering
- skala 2 : jarang - skala 5 : selalu
- skala 3 : kadang-kadang

Post operasi
Dx 1 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan
- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan
- skala 3 : sedang
Dx2 : - skala 1 :berat - skala 4 : ringan
- skala 2 :substansial - skala 5 : tidak ada gangguan
- skala 3 : sedang
Dx 3 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan
- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan
- skala 3 : sedang
Dx 4 : - skala 1 : tidak pernah - skala 4 : sering
- skala 2 : jarang - skala 5 : selalu
- skala 3 : kadang-kadang

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
http://materi-kuliah-akper.blogspot.com
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC

PERKEMBANGAN KELUARGA

KEPERAWATAN KELUARGA
Batasan Keahlian: (Friedman, 1992)
Tingkat 1. Keluarga sebagai konteks: keluarga merupakan latar belakang atau fokus sekunder dan individual sebagai fokus primer yang berkaitan dengan pengkajian dan intervensi

Batasan Keahlian
Tingkat 2. Keluarga sebagai kumpulan dari anggota keluarga

Masing-masing sebagai unit yang terpisah
Batasan Keahlian
Tingkat 3. keluarga sebagai klien
Keluarga dipandang sebagai fokus utama asuhan keperawatan, keluarga sebagai yang utama dan setiap anggota sebagai latar belakang atau konteks

ASUMSI DASAR PERKEMBANGAN KELUARGA (Aldous, 1978)
Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara yang sama dan dapat diprediksi
Manusia mengalami maturasi dan berinteraksi sehingga melakukan tindakan dan reaksi terhadap lingkungan
Keluarga dan anggota melakukan tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka dengan konteks budaya dan masyarakat
Kecendrungan pada keluarga memulai sebuah awal dan akhir yang jelas

SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA
  • Tahap 1. keluarga pemula (Pasangan menikah)
  • Tahap 2. keluarga sedang mengasuh anak (sampai dengan 30 bulan)
  • Tahap 3. keluarga dengan anak tertua berumur 2-6 tahun
  • Tahap 4. keluarga dengan anak tertua usia sekolah (6-13 tahun)
  • Tahap 5. keluarga dengan anak tertua berumur 13-20 tahun
  • Tahap 6. keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (anak pertama-akhir)
  • Tahap 7. orangtua usia pertengahan (pensiun, dan lepas jabatan pekerjaan)
  • Tahap 8. ada anggota keluarga dengan usia lanjut (65 tahun ke atas) (Duvall, 1977)
TUGAS PERKEMBANGAN
Tahap transisi
1. pisah dari keluarga asal
2. menjalin hubungan intim dengan teman sebaya
Membentuk kemandirian dalam pekerjaan dan finansial (Carter dan McGoldrick, 1988)

Keluarga Pemula
  • Membangun perkawinan yang saling memuaskan
  • Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis
  • Merencanakan keluarga (mempersiapkan menjadi orangtua)
  • Keluarga dengan Bayi
  • Membentuk keluarga muda sebagai satu unit
  • Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga
  • Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
  • Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orangtua dan kakek-nenek
  • Keluarga dengan anak usia prasekolah
  • Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan
  • Mensosialisasikan anak
  • Mengintegrasikan anak baru dengan tetap memenuhi kebutuhan anak lain
  • Mempertahankan hubungan yangs ehat dalam keluarga (suami-isteri, ortu-anak, keluarga-saudara)
Keluarga dengan anak usia sekolah
Mensosialisasikan anak-anak, meningkatkan prestasi sekolah, mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat
Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
Keluarga dengan anak usia remaja
Menyeimbangkan kebebasan dan tanggungjawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri
Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua-anak
Keluarga melepaskan anak usia dewasa muda
Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapatkan melalui perkawinan anak (mantu)
Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan
Membantu orangtua dengan usia lanjut dan adanya masalah kesehatan degeneratif

Orangtua usia pertengahan
Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan
Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti orangtua-anak
Memperkokoh hubungan perkawinan
Keluarga dengan lansia
Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
Mempertahankan hubungan perkawinan
Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
Mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi
Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan integrasi hidup)

AREA PENGKAJIAN

Tahap perkembangan keluarga saat ini
Pelaksanaan tugas keluarga
Riwayat perkembangan sebelumnya
Gambaran keluarga asal
Intervensi keperawatan keluarga
Tujuan: membantu keluarga dan anggotanya bergerak ke arah penyelesaian tugas-tugas perkembangan inividu dan keluarga

ASKEP KELUARGA DENGAN REMAJA & ASKEP KELUARGA DENGAN PEREMPUAN USIA SUBUR



Asuhan keperawatan keluarga dengan remaja
Tugas perkembangan keluarga dengan remaja

menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri
Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak

Kondisi remaja
Masa transisi (fisik: matang tetapi emosi belum) adanya gejolak emosi, peka terhadap stres, frustasi, dan konflik internal dan eksternal
Ciri dan tuntutan perkembangan: ingin tahu, protes terhadap ortu, sangat memperhatikan badan sendiri, setia kawan dengan kelompok sebaya, perilaku labil
Sikap orangtua: mengamati, ikut serta dalam permainan, bercakap, mendampingi dan membimbing, dapat mengatasi kebingungan (pemimpin yg baik)
Yang harus diperhatikan: pengaruhteman sebaya, beri tugas rutin, latih berani, belajar bersama, mengisi waktu luang, rekreasi wajar dan sehat, pendidikan seks yang sesuai

Gangguan yang dapat terjadi
Kekaburan identitas diri
Usulan identitas negatif


Keluarga dengan anak remaja
Berlangsung 13-19 tahun (6-7 tahun)
Metamorfosis: pergeseran yg luar biasa pd pola-pola hubungan antar generasi, pergeseran dimulai dengan kematangan fisik remaja, sejalan dengan peran orangtua memasuki pertengahan hidup dan dengan transformasi utama yg dihadapi oleh kakek-nenek dalam persiapan masa lansia (Preto, 1988)
Tahap paling sulit (Kidwell et al, 1983)

Tantangan perawat
Perubahan perkembangan yang dialami remaja dalam batasan perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kinwell et al, 1983)
Emansipasi (otonomi yang meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya), kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara orangtua dan remaja) (Adams, 1971)
Peran, tanggungjawab dan masalah orangtua
Menyelaraskan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi matang dan mengatur diri sendiri (Duvall, 1977)


Orangtua belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak (Friedman, 1957)
Orangtua menerima remaja apa adanya, menerima peran mereka pada tahap perkembangan tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, membentuk pola penerimaan diri yang sama, orangtua merasa produktif, puas, dan dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al,1983) Dan orangtua berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988)

Masalah kesehatan
Promosi kesehatan menjadi penting
Gaya hidup keluarga sehat
(usia 35 tahun risiko penyakit jantung koroner pada pria)
Kecelakaan mobil, patah tulang dan cedera atletik
Penyalahgunaan lakohol dan obat-obatan
KB, kehamilan yg tidak dikehendaki, konseling pendidikan seks
Tren: Remaja mencari pelayanan tanpa ijin dari orangtua, lakukan wawancara terpisah dengan orangtuasebelum dikumpulkan
Memperkokoh hubungan perkawinan dan orangtua-remaja

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN PEREMPUAN USIA SUBUR
Keluarga melepaskan anak usia dewasa muda (anak I-terakhir meninggalkan rumah)
Tugas perkembangan
Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru dari perkawinan anak
Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan
Membantu orangtua lansia dan sakit-sakitan dari suami/isteri
Tujuan utama keluarga
Reorganisasi keluarga menjadis ebuah unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa ke dalam kehidupan mereka sendiri (Duvall, 1977)
Orangtua mengambil peran sebagai kakek-nenek (terdapat perubahan citra diri)
Usia pertengahan: masa kehidupan yang terperangkap(tuntutan kaum muda, harapan dari yang lebih tua, terperangkap dunia kerja, tuntutan bersaing dan keterlibatan keluarga)
Keluarga dewasa muda dengan orangtua usia pertengahan
Orangtua senantia mengetahui bahwa mereka adalah para pembuat keputusan negara; mereka menggambarkan kualitas umum kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat bergantung kepada kepemimpinan dna produktivitas dari orang yang berasal dari golongan usia pertengahan (Kerchoff, 1976)

Masalah kesehatan
Komunikasi kaum dewasa muda dengan orangtua (transisi peran suami isteri), masalah orang yang memberikan perawatan (bagi orangtua lansia)
Munculnya masalah kesehatan kronis : kolesterol tinggi, obesitas, hipertensi
KB bagi remaja dan dewasa muda
Menopause bagi orangtua
Efek gaya hidup: merokok, minum alkohol: gaya hidup sehat
Perempuan usia subur (reproduksi)
Usia 15-45 tahun

permasalahan kesehatan:
Indonesia: Anemia yang disebabkan kurang gizi pada ibu dan perempuan usia produktif, masih tinggi angka kematian maternitas, masalah gender (KDRT, ketidaksetaraan peran)
Perkawinan usia muda (perempuan usia 13) tahun dan juga penundaan perkawinan (> 30 tahun) menjadi fenomena yang ada pertemuan antara nilai lama dan nilai baru di Indonesia
Peran Perempuan dalam rumah tangga di Indonesia
Perempuan masih dominan dalam peran domestik
Perempuan mempunyai tuntutan untuk menjadi pengasuh utama anak
Perlindungan pada kesehatan perempuan masih minim (contoh cuti melahirkan tidak sesuai dengan program ASI ekslusif)
Perempuan mempunyai peluang untuk perluasan peran (UU politik mengatur jumlah perempuan di legislatif)
Penanganan kesehatan
Sosialisasi kesetaraan gender (contoh:mempunyai hak untuk memiliki pendidikan tinggi)
Usia yang aman untuk bereproduksi (20-35 tahun)
Sosialisasi peran komplementer dalam rumah tangga
Perbaikan gizi (bukan hanya penambahan Vitamin)

Askep keluarga dg anggota kelg yang dirawat di RS dan askep kelg dg anggota klg dg gangguan tum-bang serta askep kelg dg anggota kelg yg memiliki masalah kesehatan prioritas di Indonesia
Asuhan keperawatan keluarga dengan anggota keluarga yang dirawat di RS
Sakit yang serius atau cacat jangka panjang dari anggota keluarga sangat mempengaruhi keluarga dan fungsi keluarga, karena perilaku keluarga sangat mempengaruhi perjalanan
karakteristik sakit atau cacat (Bahson, 1987)
Adanya kelambatan memenuhi tugas perkembangan dan tuntutan situasi akan memperburuk dan membebani keluarga dan dapat menurunkan fungsi keluarga sehingga penguasaan tugas perkembangan terhalang atau terhambat
Faktor yang mempengaruhi Tugas perkembangan
Siklus kehidupan keluarga

Anggota keluarga menjadi sakit serius dan menjadi cacat sehingga menciptakan suatu perbedaan
Contoh: jika remaja cedera serius dan bergantung, menghambat penguasaan tugas perkembangan remaja, tugas perkembangan menangani kebebasan berimbang dengan rasa tanggungjawab sehingga membantu remaja untuk otonom menjadi terhambat, tantangan keluarga adalah berupaya memulai lagi memperhatikan tugas-tugas perkembangan normal secepat mungkin
Dukungan sosial

Sumber formal dan informal
Sistem dukungan sosial dari keluarga besar dan teman-teman, dan dukungan psikososial dan kesehatan yang kompeten, memperbesar kemampuan keluarga untuk kembali pada jalur perkembangan dengan lebih cepat
Peran perawat: membandingkan tugs perkembangan ideal dengan tingkah laku keluarga aktual (Friedman, 1987) untuk mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau cacat pada keluarga
askep kelg dg anggota klg dg gangguan tum-bang
Permasalahan sosial: adanya rasa “kasihan” dari lingkungan terhadap keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami kelainan tum-bang
Peran: mendorong pelaksanaan pemenuhan tugas perkembangan ideal
Cara: identifikasi tingkat ketergantungan/kemandirian dari anggota yang mengalami tum-bang, optimumkan kemandirian dari anggota keluarga yang mengalami kelainan dengan kemandirian keluarga untuk menstimulasi dan penggunaan layanan kesehatan dan sosial, tidak memaksakan untuk “pulih” tetapi menerima sesuai dengan realita, mengingatkan untuk memberikan perhatian pula pada anggota keluarga lain, ikut aktif dalam perkumpulan dan sosial, memperlakukan anggota sesuai keterbatasan dengan normal
askep kelg dg anggota kelg yg memiliki masalah kesehatan prioritas di Indonesia
Masalah infeksi, metabolik, dan degeneratif

Penyakit infeksi erat kaitan dengan higienitas lingkungan (masalah sistem pencernaan, pernafasan, kulit, dll)
Peran: mengoptimalkan kemadirian keluarga dalam meningkatkan higienitas rumah dan lingkungan sekitar

Penyakit metabolik banyak terkait dengan gaya hidup keluarga: konsumsi diet (lebih-kurang), penggunaan obat-alkohol
Peran: mengoptimalkan keluarga dalam menerapkan pola dan melakukan gaya hidup sehat
askep kelg dg anggota kelg yg memiliki masalah kesehatan prioritas di Indonesia (lanj)

Degeneratif: adanya UHH yang meningkat mengindikasikan peningkatan pula penyakit degeneratif (DM, Hipertensi, Dimensia, dll)
Peran: dengan adanya perubahan tipe keluarga dan peran keluarga maka perawat perlu meningkatkan kemampuan dalam melakukan asuhan perawatan dengan seting komunitas (Rumah Jompo, dst), juga meningkatkan kemampuan keluarga dalam melakukan peran perawatan lansia yang mengalami ketergantungan, serta mengupayakan antisipasi dan perlambatan penurunan proses kemandirian