Konsep Dasar Herpes zoster adl peradangan pd kulit dan mukosa yg disebabkan oleh virus varicella zoster Etiologi : terjadi krn rektivasi dari virus varicella zoster Frekuensi meningkat pd bayi yg memiliki imunitas lemah.
Cara penularan : kontak langsung dg lesi aktif, sekresi pernapasan. Manifestasi klinik : gejala prodromal (80%) rewel (krn nyeri, demam), kelainan kulit : lesi eritema papula dan vesikula bula, isi lesi jernih keruh dan dpt bercampur darah, lokasi bisa disemua tempat, paling sering unilateral pd servikal IV dan lumbal II.
Pemeriksaan penunjang : tzanck’s smear dan punch biopsi : adanya sel raksasa berinti banyak dan sel epitel mengandung badan inklusi eosinofilik Isolasi virus : cairan vesikel, darah cairan cerebrospinal, jaringan terinfeksi. Komplikasi : jaringan cikatrik, neuralgi pascaherpetik
Penatalaksanaan : dukung kenyamanan bayi, analgetik, asiklovir selama 7 hari, paling lambat 72 jam setelah lesi muncul. Dosis asiklovir 10 mg/KgBB/hr scr IV setiap 8 jam selama sekurang-kurangnya 14 hr. Mata, rongga mulut dan kulit bbl diperiksa cermat utk deteksi lesi. Spesimen kultur diambil di mata, mulut dan lesi. Sirkumsisi ditunda samapai by siap diplgkan Bayi pulang bila kultur thd virus negatif Bayi yg berisiko, berikan salep profilaksis mata topikal (viradabin) mencegah keratokonjungtivitis
Tindakan keperawatan : Berikan dan Kaji efektifitas terapi Kompres dingin, gunakan antipruritus dingin Jaga agar vesikel tdk pecah, dengan pemberian bedak salisil 2% Informasikan pd keluarga tentang cara penularan dan pencegahan Informasikan pd keluarga ttg pencegahan infeksi sekunder Berikan pd kelg support emosional ttg intervensi yg berkelanjutan
Varicella : Adalah infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yg menyerang kulit dan mukosa yg ditandai oleh demam mendadak, malaise, erupsi kulitberupa makulopapular bbrp jam yg kemudian berubah mjd vesikel selam 3-4 hr dan dpt meninggalkan keropang.
Virus varicella zooster bila Infeksi primer menyebabkan penyakit varicella, sdgkan reaktivasi (kambuh setelah sembuh dari varicella) menyebabkan herpes zoster. Epidemiologi : masa penularan sekitar 7 hr dihitung dr timbulnya gejala kulit. Mortalitas/morbiditas Angka kesakitan krn penyebaran virus dlm darah, infeksi otak dan selaputnya. Pd bumil infeksi varicella usia gestasi 20 mgg dpt menyebabkan kelainan kongenital pd bayi termasuk atrofi anggota gerak, abnormalitas saraf dan mata juga retardasi mental. Bayi yg lahir dg ibu varicella bbrp hr sblm inpartu atau 2 hr postnatal : menimbulkan disseminated varicella neonatorum.
Manifestasi klinik : Bayi demam, lemah, muntah, rewel (krn nyeri), lesi kulit yg berbentuk bentolan air, biasanya berawal dr badan dan menyebar ke luar (muka, kepala, anggota gerak), lesi juga bisa ditenggorokan.
Pemeriksaan fisik Terdpt lesi kulit yg has : lesi berupa air bentuk oval dengan kemerahan pd kulit bagian dasarnya, timbul pd tubuh dan wajah, dg diawali bentolan merah, selama 12-14 hari mjd besar, berair,berisi nanah dan kering. Lesi biasanya pd sentral tubuh atau anggota gerak bagian proksimal (lengan paha) dan menyebar ke bwh tp tdk banyak. Suhu tbh meningkat sampai 39,5 derajat C selam 3-6 hr stlh terbentuk lesi Benjolan dpt berdarah Penyebaran ke kulit lainnya dpt berupa pengaktifan kembali Bayi biasanya rewel krn nyeri Pemeriksaan pd organ lain bila mungkin terjadi komplikasi.
Penatalaksanaan: Isolasi Obat2an mengurangi simptomatik Obat antivirus : acyclovir Pemberian varizella zoster immuno globullin (VZIG) diberikan kurang dr 96 jam stl terpapar, yaitu : bumil, bbl dg ibu tertular varizella dlm 5 hr sblm melahirkan atau 48 jam stlh melahirkan Bayi prematur 28 minggu/lbh dg ortu tanpa riwayat cacar sblmnya. Asuhan keperawatan
Pengkajian :
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan diagnostik
Diagnosa keperawatan : Hipertermi yg b.d proses inflamasi sekunder thd perjalanan penyakit. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yg b.d bayi malas minum Gangguan rasa nyaman (rewel) yg b.d efek invasi virus dlm sistem persyarafan Kerusakan integritas kulit yg b.d lesi vesikel, pustula Risiko perluasan dan penyebaran infeksi yg b.d kurangnya pengetahuan keluarga ttg risiko penularan dan cara pencegahannya
Kerusakan integritas kulit : Mandikan bayi scr teratur. Hindarkan bayi thd perluasan kerusakan kulit dg cara memberikan sarung tangan bayi, memotong kuku bayi. Berikan bayi pakaian yg halus dan lembut Pertahankan suhu ruangan tetap sejuk dg kelembaban yg adekuat Berikan bedak antipruritus.
Risiko penyebaran dan perluasan infeksi : Lakukan isolasi.
Prosedur strict isolation :
Ruangan tersendiri, pintu selalu tertutup
Gunakan masker, pakaian khusus dan sarung tangan bagi semua org yg masuk dlm ruangan
Selalu cuci tangan sblm dan sesudah prosedur.
Pendidikan kesehatan Berikan minum yg banyak. Kuku bayi pendek dan gunakan sarung tangan bayi agar tidak melukai lesi dan kulit yg utuh Penggunaan obat antipruritus secukupnya. Keluarga hrs segera membawa bbl ke rs bila ditemukan tanda-tanda lesi herpes maupun varicella
Misteri AIDS Semua Orang Bisa Terkena AIDS Belum Ada Vaksin Pencegahannya Belum Ada Obatnya Penyebaranya Sangat Cepat Pengetahuan tentang AIDS adalah langkah pertama untuk pencegahan penyebaran AIDS lebih meluas
Apa penyebab AIDS Perkembangan AIDS tahun 2002 Setiap hari kasus bertambah kira-kira 8.500 kasus Bayi yang lahir dengan HIV + lebih dari 400.000 bayi Untuk orang dewasa bertambah kira-kira 7.000 kasus tiap hari Sampai akhir tahun ada 28,7 juta kasus
Perkembangan AIDS di Indonesia Pertama kali kasus ditemukan tahun 1987 Perkembangan tajam mulai tahun 1993 Jumlah kasus sampai bulan Juni 2003 mencapai 3647 kasus 60% kasus adalah usia produktif bangsa
Penularan HIV HIV Dalam jumlah yang bisa menularkan ada di CAIRAN SPERMA CAIRAN VAGINA DARAH AIR SUSU IBU
Kegiatan yang menularkan: Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi HIV Transfusi darah yang tercemar HIV Mengunakan jarum suntik, tindik, tatto bersama-sama dengan penderita HIV dan tidak disterilkan Dari Ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada janin yang di kandungnya
Fase dan gejala AIDS Fase 1 (0 – 5 Tahun terinfeksi) Tanpa Gejala (asimtomatik) FASE II (5-7 TAHUN TEINFEKSI) Muncul Gejala Minor: Hilang selera makan, tubuh lemah, keringat berlebihan di malam hari, pembengkakan kelenjar getah bening, diare terus menerus, flu tidak sembuh-sembuh FASE III (7 TAHUN ATAU LEBIH) Masuk penyakit AIDS: Kekebalan tubuh sudah sangat sedikit dan muncul infeksi oportunistik: TBC, Radang Paru, Gangguan Syaraf, Kaposi Sarkoma (kanker Kulit)
AIDS tidak menular lewat Bersentuhan, senggolan, salaman, berpelukan, berciuman dengan penderita AIDS Mengunakan peralatan makan bersama-sama dengan penderita AIDS Gigitan nyamuk Terkena keringat, air mata, ludah penderita AIDS Berenang bersama-sama dengan penderita AIDS Mengurangi Resiko Penularan
Bagi yang belum aktif melakukan kegiatan seksual: tidak melakukan hubungan seks sama sekali Bagi yang sudah aktif melakukan kegiatan seksual: melakukan seks mitra tunggal, mengurangi mitra seks, menggunakan kondom, segera mengobati PMS kalau ada Hanya melakukan transfusi darah yang bebas HIV Mensterilkan alat-alat yang dapat menularkan: jarum suntik, tindik, tatto dll Ibu yang terinfeksi HIV perlu mempertimbangkan lagi untuk tdk hamil
Apa yang bisa kita lakukan Menerapkan informasi pada diri sendiri Berperilaku bertanggung jawab Menyebarkan informasi tentang AIDS kepada orang lain Mendukung kegiatan pencegahan AIDS di lingkungannya
Tes HIV perlukah? Konseling dan Tes HIV HIV/AIDS Merupakan kumpulan gejala yang merusak kekebalan tubuh manusia Perkembangannya sangat cepat sekali terutama di negara berkembang Melakukan tes HIV merupakan satu-satunya cara untuk mengetahuinya Tidak gejala yang khas untuk mengetahuinya
Jenis Tes Mendeteksi antibodi Antibodi HIV diproduksi begitu menginfeksi oleh tubuh Tes Elisa, tes sederhana/cepat dan tes konfirmasi Mendeteksi virusnya
Prinsip Sukarela Tidak boleh ada tekanan oleh sebab apapun Rahasia Hasilnya hanya diketahui oleh yang tes dan konselor Keputusan di tangan klien Semua keputusan baik sebelum dan sesudah tes merupakan keputusan klien Program yang Menyertai Konseling sebelum dan setelah Informed consent (persetujuan) Kerahasiaan Supervisi dan kontrol kualitas tes Kegiatan untuk perawatan dan pendukung untuk ODHA (orang dengan HIV/AIDS) HIV dan AIDS... HIV: Human Immunodeficiency Virus, adalah virus menyerang dan bertahap merusak sistem immunitas badan dan berkembang menjadi AIDS.
AIDS: Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan tanda atau gejala berat dan kompleks yang disebabkan oleh penurunan respon immunitas tubuh.
“HIV tidak sama dengan AIDS” Tahapan infeksi HIV Tahap Serokonversi : infeksi awal, belum ada antibodi Tahap Asimtomatik : belum ada gejala yang dirasakan Tahap Simtomatik : Mulai merasakan gejala : Infeksi Oportunistik Tahap AIDS
Perjalanan Infeksi HIV dan Komplikasi Umum
Pathway Fase I Virus HIV - sel dendrit - kelj getah bening - jaringan limfoid - virema dan sindroma HIV akut - keseluruh tubuh - respon imun adaptif - virema berkurang Pathway Fase II Replikasi HIV & destruksi sel - penghancuran sel T CD4+ - fase kronik progresif. Pathway Fase III Infeksi - respon imun - peningkatan produksi HIV - AIDs - destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, penurunan jml sel T CD4 - virema HIV meningkat - infeksi opportunistik, neoplasma, gagal ginjal, degenari SSP
Prinsip penularan HIV Prinsip Three Ones
Ada orang yang positif HIV
Ada kegiatan yang memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh
Ada orang yang belum terinfeksi atau orang yang juga sudah terinfeksi HIV
Bagaimana HIV ditularkan?
Kegiatan Seksual tertentu
Kontak Darah
Kehamilan, kelahiran dan pemberian air susu ibu
Faktor terkait dengan penularan dari Ibu ke bayi
Jumlah virus dari Ibu yang positif
Tahapan HIV dari Ibu yang bersangkutan
Pemberian ASI
Kelahiran melalui vagina
Penularan HIV dari ibu ke bayi
Melalui plasenta pd berbagai usia kehamilan.
Masa intranatal melalui darah dan sekresi ibu.
Masa pascanatal melalui ASI, cairan tubuh ibu
Prevalensi Kemungkinan 50%-60% pd bayi lahir dg ibu HIV. Penularan bisa 20%-35%
HIV dapat dicegah melalui
Menggunakan kondom untuk seks yang penetratif
Tidak berbagi jarum suntik dan perlengkapan menyuntik
Perawatan HIV bagi ibu yang positif, mengganti ASI dengan susu formula jika memungkinkan.
Menapis darah dan produk darah
Pencegahan HIV dari ibu ke bayi dengan cara : Perode antenatal : penggunaan antiretroviral selama kehamilan, agar vital load rendah shg jml virus yg ada dlm darah dan cairan tbh kurang efektif utk menularkan HIV Saat melahirkan : penggunaan ARV saat persalinan dan BBL, persalinan sebaiknya SC (terbukti mengurangi risiko penularan 80%) Setelah persalinan : informasi yg lengkap pd ibu ttg risiko ASI.
Wanita hamil dg HIV akan memproduksi antibodi IgG
IgG menembus plasenta ke janin
Darah tali pusat memberi hsl positif saat test ELISA (enzime linked immunosorbent assay)/western blot
Depresi fisiologis
BBL memproduksi respon antibodi yg tdk terlalu aktif Lebih terbatas thd infeksi HIV Bayi lahir dg ibu HIV seropositif : memiliki antibodiHIV saat lahir. Bayi tdk terinfeksi akan kehilangan antibodi maternal sekitar 8-15 bl. Sebagian besar bayi terinfeksi : mengembangkan antibodi mereka sendiri dan tetap seporopositif
Bayi yang memperlihatkan tanda2 infeksi saat lahir cenderung meninggal dlm satu bulan.
Penatalaksanaan Meningkatkan kewaspadaan universal Kewaspadaan utk membatasi prosedur invasif Sirkumsisi pd anak laki2 dihindarkan saat lahir Ujung tali pusat dibersihkan dg cermat tiap hr sampai pulih. Terapi gamma globulin utk profilaksis Medikasi antimikroba yg spesifik utk infeksi Kortikosteroid jika terdpt pneumonitis interstisial limfoid.
Penatalaksanaan Asuhan ibu : ikuti panduan Center for Disease Control (CDC) utk profilaksis antiretrovirus gestasional.
Asuhan keperawatan Pengkajian bayi baru lahir berisiko : Anamnesa : tanyakan faktor risiko (ibu dengan HIV positif dan hal-hal yg terkait) Pemeriksaan fisik : Sistem integumen : Apakah bayi mengalami sianosis, mottling, pucat, terdpt lesi, ruam, insisi, kulit maserasi, edema, terdpt akses intravena
Sistem neurologi :apakah fontanel anterior cekung atau menonjol, terdpt bengkak pd kulit kepala, rentang gerak sendi terbatas, apakah tangisan lemah, letargi, bagaiman bayi berespon thd stimulus saat dipegang Sistem pernapasan : apakah terdpt gerakan dinding dada yg tdk sama, suara nafas yg tdk sama, bunyi rales, ronkhi, wheezing, napas cuping hidung, apakah frekuensi napas diluar parameter normal.
Sistem cardiovaskuler : apakah ada ritme yg abnormal, nadi perifer yg tdk sama, CRT memanjang, apakah ht terlalu tinggi. Sistem pencernaan : apakah abdomen distensi, apakah umbilikus meradang atau berair, apakah bising usus hipoaktif, hiperaktif atau tdk terdengar, diare Sistem perkemihan : apakah bj urine rendah atau tinggi, apakah haluaran urine kurang dr 2 ml/kgBB/jam, apakah terdpt residu yg berlebihan.
Bayi baru lahir dengan HIV belum menunjukkan gejala yg khas, tapi pd perkembangannya akan memiliki gejala umum :
Gangguan tumbang
Kandidiasis oral
Diare kronis
Hepatosplenomegali
Hal yg mrpk pedoman diagnosis adalah melalui pemeriksaan diagnostik.
Diagnosa keperawatan Risiko infeksi yg b.d peningkatan kerentanan sekuder terhadap perlemahan sistem imun. Perubahan nutrisi kurang dr kebutuhan tbh yg b.d dg gangguan pencernaan Kelemahan yg b.d defisiensi nutrisi Ansietas (orgtua) yg b.d status bayi sakit
Rencana tindakan Risti infeksi : Tujuan : ibu dpt mengidentifikasi risiko infeksi, dpt memonitor faktor risiko yg ada disekitarnya, menunjukkan kemampuan utk mencegah terjadinya infeksi Rencana tindakan :
Berikan informasi risiko infeksi apa saja yg dpt muncul
Ajarkan lifestyle yg sehat.
Lakukan universal precaution yg tepat saat prosedur tindakan
Nutrisi kurang : Tujuan : nutrisi tubuh tercukupi sesuai usia bayi. Rencana tindakan :
Osteomyelitis Pyogenik PRIMER : acute hematogenous (krn timbul sebagai komplikasi dari infeksi di tempat lain : faringitis, otitis media, impetigo)---- ikut aliran darah dan berhenti di Metaphysis tulang SEKUNDER: operasi / luka
Penanganan Perbaiki Kondisi umum Infus Diet TKTP Bed Rest / kruk / splint / traksi
Terapi Analgetik Penicillin Derivat Cephalosporin generasi I AB ≈ kultur Intravenous : 2 minggu, oral 4 minggu Evakuasi pus bila 24 jam tidak ada perbaikan
Prognosis Tergantung Waktu terapi <> 7 hari : dubia Dosis antibiotik Durasi terapi
Merupakan perlakuan yang menyebabkan cacat menetap Merupakan suatu titik awal kehidupan baru yang lebih bermutu Amputasi dengan indikasi yang tepat tidak perlu disesalkan oleh dokter atau penderita Indikasi amputasi adalah kelainan yang disebabkan penyakit pembuluh darah, cedera dan tumor ganas Amputasi jarang dilakukan karena infeksi, kelainan bawaan, atau kelainan neurologik Amputasi karena kelainan pembuluh darah sering pada orang tua, jarang pada orang dewasa Amputasi karena tumor ganas sering pada anak-anak dan dewasa, sebagai upaya untuk mencegah penyebaran tumor Amputasi tangan atau lengan hanya dilakukan pada cedera berat atau pada tumor ganas, karena protesis tangan sangat mengecewakan
Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit Batas amputasi cedera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat Batas amputasi tumor ganas ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas risiko kekambuhan lokal Batas amputasi penyakit pembuluh darah ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh puntung Umumnya batas amputasi dilakukan sedistal mungkin Untuk ekstremitas bawah, untuk alasan protesis dipakai istilah batas amputasi klasik Pada ekstremitas atas tidak dipakai batas amputasi tertentu, dianjurkan batas amputasi sedistal mungkin (setiap sentimeter harus diselamatkan) Batas amputasi klasik
Eksartikulasi jari-jari Transmetatarsal Artikulasi pergelangan kaki (Syme) Amputasi tungkai bawah (batas amputasi ideal) Tungkai bawah batas amputasi minimal Eksartikulasi lutut Amputasi tungkai atas jarak minimal dari sela lutut Amputasi tungkai atas (batas amputasi ideal) Amputasi tungkai atas batas minimal Eksartikulasi tungkai Hemipelvektomi
Untuk mengatasi masalah paska amputasi, dapat digunakan protesis untuk menggantikan bagian ekstremitas yang hilang Setelah amputasi selalu terdapat perasaan bagian ekstremitas yang hilang masih ada dan setiap penderita akan mengalami. Sebagian penderita merasa terganggu dan sebagian lagi merasa nyeri. Keadaan ini disebut Fenomena Fantom
A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
B. Klasifikasi Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya. b. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada. c. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya. d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya. e. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik. C. Etiologi Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
D. Psikopatologi Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
E. Tanda dan Gejala Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).
F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
F. Pengkajian Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
a. Faktor predisposisi. Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Faktor Perkembangan Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
Faktor Sosiokultural Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Faktor Psikologis Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Perilaku Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu : 1. Dimensi Fisik Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4. Dimensi Sosial Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
f. Mekanisme Koping Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri
G. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi. b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
H. Intervensi a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi Tujuan : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain. Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal. 2. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi pasien untuk digunakan 3. Pasien dapat menggunakan keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering berinteraksi dengan keluarga.
Intervensi :
a. Bina Hubungan saling percaya b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati d. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu disesuaikan dengan kondisi klien). e. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi. f. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah laku halusinasi. g. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi. h. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami halusinasi. g. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami halusinasi. h. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi i. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien. j. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok k. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami halusinasi. l. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol halusinasi. m. Bantu klien menggunakan obat secara benar.
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat dan mau berjabat tangan. 2. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama. 3. Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri. 4. Pasien mau berhubungan dengan orang lain. 5. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan keluarga
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya. b. Buat kontrak dengan klien. c. Lakukan perkenalan. d. Panggil nama kesukaan. e. Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah. f. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau bergaul/menarik diri. g. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang mungkin jadi penyebab. h. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan. i. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan. j. Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap yang ditentukan. k. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai. l. Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan. m. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien mengisi waktunya. n. Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan. o. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan. p. Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan keluarga. q. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan car a keluarga menghadapi. r. Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi. s. Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal sekali seminggu.
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah Tujuan : Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan 2. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan 3. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri 4. pasien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya 5. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencanan
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari segi fisik. b. Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya. c. Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol selama di rumah dan di rumah sakit. d. Berikan pujian. e. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pasien f. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien. g. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien. h. Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian pasien terhadap stressor. i. Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor mempengaruhi pikiran dan perilakunya. j. Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak realistic. k. Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki l. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok. m. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif. n. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive. o. Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang dapat merubah dirinya bukan orang lain p. Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan perawat). q. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan / tujuannya. r. Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan. s. Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai potensi yang ada pada dirinya.
DAFTAR PUSTAKA Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa, , 2000 Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC, , 1995 Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, , 1987 Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, , 1990 Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, CV. Sagung Seto, , 2001. Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997 Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, , 1998
Wanita muda, 35 th, menikah. Baru saja mengetahui bahwa suaminya mempunyai ‘wanita simpanan’. Ia tampak sedih, menangis, meraung, gelisah, teriak-teriak, ‘histeris’, dll. Gejalanya hilang timbul.
Pria, 35 th. Gejala yg muncul sejak setahun y.l., ia menyatakan sedih & murung. Ia sering menyendiri, banyak melamun. Ia merasa ‘kosong’, tak berguna, banyak dosa. Tidak sanggup lagi meneruskan kehidupannya. Sering menyesali perilakunya. Ia juga menyatakan sering mendengar bisikan-bisikan.
Pria, 25 th., mahasiswa. Ia meyakini ada salah satu dosennya membenci dirinya, sehingga ia di DO. Ia juga merasakan teman-temannya menjauhinya. Ia sering mendengar bisikan-bisikan yg kurang jelas kata-katanya. Ia juga sering ketakutan, katanya ada orang yg akan membunuhnya. Orangtuanya menambahkan, bahwa anaknya sejak lama sbg pecandu narkoba jenis ekstasi.
PENDAHULUAN Gangguan jiwa : Tidak semua perubahan perilaku, pikiran, atau perasaan yang nampak/bermanifestasi tidak lazim, atau “menyimpang” Bila memenuhi kriteria gangguan jiwa.
Gangguan Jiwa
Suatu kelompok gejala atau perilaku (yang bermakna), dan dapat ditemukan secara klinis dan yang disertai dengan penderitaan (distress) pada kebanyakan kasus, dan yang berkaitan dengan terganggunya fungsi (disfungsi) seseorang.
Gangguan Jiwa Fisik Jiwa, Jiwa Fisik Pemeriksaan secara komprehensif, evaluasi multiaksial meliputi :
Aksis I : Gangguan Jiwa
Aksis II : Ciri Kepribadian atau Ggn Kepribadian
Aksis III : Kondisi atau Penyakit Fisik/Medik
Aksis IV : Stresor psikososial
Aksis V : Kemampuan Adaptasi Psikososial Tertinggi dlm 1 th terakhir
F6 : Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
F7 : Retardasi Mental
F8 : Gangguan Perkembangan Psikologis
F9 : Ggn Perilaku & Emosional dg Onset Biasanya pd Masa kanak dan Remaja
F4 : Ggn Neurotik, Ggn Somatoform dan Ggn yg Berkaitan dg Stres Ciri khas : Kecemasan, Fobia, Obsesif-kompulsif, Reaksi terhadap stres, Disosiatif, atau Somatoform Latar belakang : faktor psikologis (??) F45 : Gangguan Somatoform Ciri khas : keluhan gejala fisik yang berulang permintaan pemeriksaan medis, walaupun negatif Onset dan kelanjutan gejala berkaitan dengan peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau konflik-konflik Pasien menyangkal/menolak membahas Gejala anxietas dan depresi : ±
F45 : Gangguan Somatoform Yang termasuk dalam golongan ini :
Psikosomatis Psikosomatis/somatisasi : Ggn psikis yang tampil dalam bentuk gejala-gejala fisik. Penyakit fisik yang disebabkan oleh pikiran negatif dan/atau masalah emosi seperti stres, depresi, kecewa, kecemasan, rasa berdosa, dan emosi negatif lainnya. Psikosomatis
Gejala : Pegal-pegal, nyeri, mual, muntah, kembung, sendawa Kulit gatal, kesemutan, mati rasa, pedih seperti terbakar, dan sebagainya. Berlangsung lama dan berulang-ulang serta berganti-ganti atau berpindah-pindah tempat mengganggu sering ke dokter.
Psikosomatis Pasien psikosomatis : sulit membedakan apakah penyakit yang diderita itu psikosomatis atau disebabkan gangguan organis biasa, apalagi jika masalah emosi/pikiran penyebab sakit itu tidak disadari.
Psikosomatis Gangguan psikosomatis >> usia awal 30-an. Anak-anak bisa terhindar dari gangguan ini karena belum memiliki beban pikiran seperti orang dewasa.
Terapi : Farmakoterapi Psikoterapi
Contoh Kasus Heru. Pria 38 tahun ini dirujuk ke Poli Jiwa dan Poli Penyakit Dalam dengan keluhan maag dan sakit di dada. Keluhan makin terasa menyiksa ketika obat maag dari dokter tidak lagi mempan mengatasi nyeri lambungnya. Setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh tidak ditemukan gangguan. Ahli penyakit dalam menduga Heru mengalami gangguan psikosomatis dan merujuknya ke bagian jiwa.
Contoh Kasus Wawancara : Heru selalu memikirkan sahamnya dan takut kehilangan uang tersebut. Ia memiliki latar belakang keluarga yang pas-pasan, sehingga uang sangat berarti baginya. Beban pikiran itu bermanifestasi menjadi keluhan fisik berupa nyeri lambung.
Contoh Kasus Dalam bbrp bln ini hampir setiap bln Sally (29) menemui dokter. Ia khawatir hal terburuk terjadi pada dirinya, kanker. Konsultan komputer yang tinggal di Atlanta, AS, ini sudah lebih dari 3 th menderita sakit perut kronis dan sakit kepala. Anehnya, dokter belum juga menemukan penyakit yang dideritanya. Karena itu ia setuju dilakukan serangkaian pemeriksaan sekali lagi.
Contoh Kasus Dengan gugup Sally meremas-remas tisu di tangannya sambil menantikan vonis dokter. Tapi ternyata pemeriksaan menunjukkan hasil negatif. Hal yang semestinya menggembirakan itu justru mengesalkan karena berarti penderitaannya masih akan berlanjut. "Kami tak menemukan penyakit Anda. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Anda benar-benar sehat," kata dokter itu sambil menaruh berkas laporan itu di meja kerjanya.
Contoh Kasus Setengah putus asa seminggu kemudian, Sally menemui dokter lain. Kali ini masih tentang penyakit "aneh"nya yang tak kunjung sembuh itu. Oleh dokter yang terakhir ini ia dinyatakan menderita somatisasi, yaitu manifestasi penderitaan emosional dalam bentuk gejala fisik yang tidak jelas.
Dislokasi bahu Paling sering pada usia muda dan diakibatkan oleh abduksi, ekstensi dan rotasi eksterna traumatik yang berlebihan pada ekstremitas atas. contoh : posisi waktu akan melempar bola. Dislokasi bahu : kaput humeri tergeser ke anterior & inferior, melalui robekan kapsul sendi bahu.
Pada pemeriksaan awal diperiksa keadaan neurovaskuler ekstremitas yang mengalami cedera. Peredaran darah, sensasi, reflek-reflek dan kekuatan motorik harus diperiksa. Diagnosis dislokasi bahu didapatkan dari tanda-tanda klinis dan terdapat perpindahan kaput humeri dari tempatnya pada sinar-X (RÅ‘entgen) Terapi : reduksi atau reposisi dengan anestesi umum menggunakan teknik Kocher dan imobilisasi dengan arm sling selama 3 minggu RÅ‘ kontrol paska reduksi harus dapat menunjukkan gambar anatomi normal Komplikasi dislokasi bahu Dini : kerusakan saraf di regio aksilaris dan kerusakan kapsula sendi Lanjut :
Kekakuan (stiffness) sendi Dislokasi rekuren (berulang) krn imobilisasi kurang dari 3 minggu
Dislokasi panggul Merupakan gawat darurat orthopedik, kaput femoris keluar dari mangkok sendi Dislokasi panggul posterior (paling sering) dan anterior Trauma penyebab paling sering dislokasi posterior karena dushboard injury
Sendi panggul yang mengalami dislokasi yang tidak direposisi dalam waktu 12 jam atau paling lama 24 jam sesudah cedera akan mengalami nekrosis avaskuler
Dislokasi panggul dikenali dengan adanya : Nyeri daerah glutea, scrotum dan paha Posisi ekstremitas bawah yang kaku Fleksi putri malu (dislokasi posterior) dan fleksi abduksi (dislokasi anterior) Shortening (pemendekan) Terapi : Reposisi emergency (segera) dengan teknik Bigelow Komplikasi dislokasi panggul (harus dijelaskan pd pasien) Cedera saraf skiatika Osteoartritis Nekrosis avaskuler Paska tindakan : sendi diimobilisasi selama 3 minggu dengan skin traksi, setelah itu penderita jalan non weight bearing (NWB) selama 6 minggu
Iskhemia pada otot dapat terjadi tanpa didahului trauma pada arteri Pembengkakan otot dan tekanan dalam otot meningkat Bila tekanan tsb melebihi tekanan diastolik, maka iskhemia timbul seperti halnya oklusi (sumbatan) pembuluh darah
Tanda dan gejala sindrom kompartemen Nyeri pada keadaan istirahat (pain) Parestesia Pucat (pale) Paresis atau paralisis Denyut nadi hilang Jari di posisi fleksi Tekanan dalam kompartemen tinggi Gangguan diskriminasi dua titik Terapi : fasiotomi segera
Komplikasi pada Tulang
Delayed Union (Penyambungan tertunda)
Non Union (Penyambungan tidak tejadi)
Malunion (Penyambungan abnormal)
Stiffness (Kekakuan sendi)
Osifikasi Patologis
Nekrosis Avaskuler
Osteoartritis
Emboli Lemak
Delayed Union Tidak ada tanda-tanda terjadinya union dalam waktu rata-rata penyambungan tulang pada umumnya. Penyebab : Infeksi, interposisi, imobilisasi yang tdk memadai, dll (cari penyebab)
Terapi : konservatif hingga 6 bulan, jika setelah 6 bulan tidak terjadi union dilakukan tindakan operasi ‘osteotomi’.
Non Union Secara klinis dan radiologis tidak terdapat penyambungan fraktur Ujung fragmen terlihat sklerosis Tidak ada trabekula yang menyeberangi garis fraktur Kavitas medularis tertutup dan pada pemeriksaan terdapat gerakan luar biasa yang disebut sendi palsu (Pseudoarthrosis) Penyebab non union adalah : Infeksi pada tulang Kerusakan pembuluh darah ke tulang Gerakan karena fiksasi yang tidak memadai
Hilangnya aposisi fragmen spt distraksi shg ada gap antara fragmen2 fraktur Interposisi, artinya jaringan lunak atau otot berada di antara fragmen2 fraktur Proses patologis pada tulang yg disebut fraktur patologis Terapi non union : pemberian graft dengan fiksasi interna (ORIF), graft diambil dari tulang kanselus disekitar fragmen tersebut
Malunion Penyambungan fraktur yang tidak normal shg menimbulkan deformitas Penyebab : terapi fraktur yang tidak memadai Apabila terjadi pada tulang panjang yang menyangga badan akan menyebabkan osteoartritis pada sendi-sendi yang terdekat dengan fraktur Terapi : refraktur dan osteotomi koreksi
Kekakuan sendi (Stiffness) Perlengketan intraartikular dan periartikular akan membatasi gerakan sendi Terapi : latihan gerakan jangka lama (fisioterapi) utk mengembalikan fungsi anggota tsb, kadang perlu dilindungi dengan anestesi pada perlengketan intraartikular.
Osifikasi Patologis Disebut juga myositis ossificans akibat osifikasi hematom yg berlokasi di jaringan lunak atau periosteum yg terlepas tulang karena trauma Terbanyak pada sendi siku dan otot quadrisep Terapi : imobilisasi selama 3 minggu setelah trauma dan sekali-kali melakukan stretching. Gerakan aktif setelah 3 minggu imobilisasi. Jika kelainan tersebut sangat besar dianjurkan eksisi setelah kelainan tersebut matur.
Nekrosis Avaskuler Akibat terputusnya vaskularisasi akibat trauma shg menimbulkan kematian sebagian atau keseluruhan dari satu fragmen fraktur disebut nekrosis avaskuler Nekrosis ini dapat menyebabkan non union, osteoartritis dan degenerasi sendi Daerah yang sering mengalami nekrosis avaskuler kolum femoris, os skapoideum, talus, lunatum. Pada pemeriksaan sinar-X tulang mati tampak gambaran sklerotik (radio opak) dibandingkan tulang sekitarnya
Terapi : pada anggota gerak bawah harus Non Weight Bearing (NWB), shg pada penyembuhan tidak terjadi deformitas. Sering dilakukan operasi untuk memperbaiki sendi
Osteoartritis Permukaan sendi pada penderita osteoartritis terlihat tidak rata sebagai akibat fraktur intraartikular, proses degenerasi dan malunion
Emboli lemak Akibat fraktur tulang panjang Butiran lemak dari daerah fraktur masuk melalui pembuluh darah balik (vena) terus ke paru-paru dan sampai ke aliran sistemik Emboli tsb menutup pembuluh darah kecil Gejala klinis akan timbul sesuai daerah yg terjadi oklusi Kelainan ini timbul beberapa jam atau beberapa hari pasca trauma Penderita yg semula terlihat normal tiba-tiba spt mengantuk dan irritable
Pulsus dan temperatur badan meningkat dan kadangkala terlihat aneh Petekia terlihat di leher, dada bagian atas, bahu dan regio aksilaris Bila oklusi di otak maka keadaan mengantuk berlanjut menjadi koma dan kematian Pada paru-paru, penderita terlihat sianotik dan tanda-tanda kongesti pulmonum. Gambaran sinar-X pada pulmo terlihat pengkabutan yang merata
Terapi : tidak ada terapi Terapi oksigen dengan ventilasi adalah tindakan live saving saja
Riwayat trauma Pemeriksaan Fisik Inspeksi (look) Deformitas : angulasi, pemendekan, rotasi Ada bengkak atau kebiruan Fraktur terbuka atau tertutup
b. Palpasi (Feel) Nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan Krepitasi Gerakan (Moving) Gerakan luar biasa (abnormal) pada daerah fraktur Pemeriksaan trauma di tempat lain; kepala, torak, abdomen, dll Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang berupa : pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler (Capillary refill test), sensasi, dll
Pemeriksaan dengan sinar-X Setelah diimobilisasi dilakukan pemeriksaan dgn sinar-X dengan proyeksi AP dan lateral Syarat foto Roentgen pada fraktur : Fraktur di pertengahan foto Tampak persendian proksimal dan distal dari fragmen fraktur Sinar menembus tegak lurus Dua foto dua arah bersilangan 90 derajat
Proses Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur ada 5 stadium Pembentukan hematom : pada daerah fragmen fraktur terdapat penimbunan darah Organisasi hematom
Beberapa jam setelah trauma fibroblas dari jaringan sekitar masuk ke hematom Beberapa hari kemudian terjadi pembentukan kapiler Secara bertahap hematom menjadi jaringan granulasi Pembentukan Kalus
Fibroblas yang ada dijaringan granulasi mengalami metaplasi dan berubah menjadi kolagenoblas kondroblas, kemudian menjadi osteoblas Timbunan jaringan tulang yang berada di sekitar jaringan kolagen dan pulau-pulau kartilago disebut Woven Bone (Kalus)
4. Konsolidasi Woven bone berubah menjadi Lamellar bone 5. Remodeling Kalus yang berlebihan di sekitar fragmen menghilang shg terbentuk tulang normal Kanalis medularis mulai terbentuk
Terjadinya union (penyambungan) tulang bervariasi antara tulang-tulang yang ada di dalam tubuh Pada orang dewasa : union tulang kortikal membutuhkan waktu 3 bulan, sedang pada tulang kanselus 6 minggu Pada anak-anak : union tulang membutuhkan separoh waktu yang dibutuhkan orang dewasa
Gangguan Penyembuhan Fraktur
Imobilisasi yang tidak cukup Pada pemasangan gips proksimal dan distal fraktur harus diimobilisasi Infeksi Hematom mrp lingkungan paling subur utk kuman patogenik, yg dpt menyebabkan osteomielitis pada kedua ujung fraktur Interposisi Adanya otot atau tendo diantara kedua fragmen tulang, akan menghalangi perkembangan kalus Traksi yang berlebihan atau tonus/tarikan otot spt fr. patella Gangguan perdarahan setempat Adanya aliran darah yang memadai mrp syarat mutlak penyatuan fraktur
Penatalaksanaan Fraktur
Pertolongan Pertama Bertujuan : mengurangi atau menghilangkan nyeri dan mencegah gerakan fragmen-fragmen yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sekitarnya Pembidaian (splint) cukup memadai untuk pertolongan pertama, atau sling untuk anggota gerak atas cukup memadai Pada fraktur terbuka, tutup dengan material bersih dan steril sebagai pertolongan pertama
Penanganan shock Setiap fraktur tulang besar dapat menimbulkan perdarahan 1-1,5 lt Fraktur multipel, perdarahan akan lebih banyak shg dapat menimbulkan shock dan diperberat dgn nyeri yang dapat menimbulkan shock neurogenik Pengiriman pasien ke Radiologi harus dengan infus, krn dapat menimbulkan shock
Penilaian awal Pemeriksaan yang teliti pada daerah fraktur dan organ lain dan komplikasi akibat fraktur itu sendiri
Tujuan Pengobatan Fraktur
Reposisi, betujuan mengembalikan fragmen2 ke posisi anatomi Imobilisasi atau fiksasi, bertujuan mempertahankan posisi fragmen2 tulang setelah di reposisi sampai terjadi union Penyambungan fraktur (union) Mengembalikan fungsi (rehabilitasi)
Reposisi
Dilakukan dgn anestesi lokal atau umum, anestesi umum lebih baik krn otot-otot menjadi relaksasi
Reposisi ada 2 macam
Reposisi tertutup
Manipulasi (sangkal putung)
Traksi
Kulit
Skeletal
Reposisi terbuka, dengan operasi
Yang perlu diperhatikan pada reposisi tertutup, adalah pulsasi arteri distal fraktur. Jika setelah dilakukan reposisi, pulsasi arteri distal fraktur menghilang, kembalikan posisi tulang hingga teraba kembali pulsasi arteri distal
Fiksasi
Fiksasi ada 2 macam Fiksasi eksternal Gip (plester cast) Traksi Kulit Skeletal Fiksasi internal dengan operasi (ORIF/Open Reduction Internal Fixation), mis : plate, screwing,wiring, dll Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemasangan gip : Gip harus diatas padding Setelah pemasangan gip harus dilakukan pemeriksaan sinar-X Penjelasan akan keluhan nyeri akibat penekanan gip Penjelasan akan risiko stiffness (kekakuan sendi) pada sendi-sendi dekat fraktur
Traksi Cara kerja traksi : penarikan otot2 atau jar. lunak di sekitar fraktur shg fragmen2 fraktur kembali ke tempat semula Traksi ada 2 macam Traksi kulit Menggunakan skin traction kit Beban tidak boleh lebih dari 5 kg, jika terlalu berat kulit dapat terlepas dari perlekatannya Traksi skeletal, melalui tulang Menggunakan pin, screw atau wire Risiko infeksi Traksi dipasang pada bagian distal fraktur Indikasi traksi : Pemendekan (shortening), akibat tarikan otot atau angulasi pada fraktur Fraktur unstable, mis : Fr. Obliq atau spiral Kerusakan hebat pada kulit atau jaringan disekitar fraktur
Komplikasi Fraktur
Trauma saraf Trauma saraf perifer dpt menimbulkan kontusi, tegangan atau terputus Neuropraxia : trauma kecil yang menimbulkan blok fisiologis dan terjadi pemulihan dalam beberapa minggu
Axonotmesis : kerusakan axon dan terjadi degenerasi perifer, pemulihan dapat terjadi berbulan-bulan
Neurotmesis : terputusnya seluruh saraf, perlu repair Fisioterapi dianjurkan untuk mencegah kekakuan sendi dan atropi otot Trauma pembuluh darah Berkurangnya aliran darah ke ekstremitas dapat disebabkan karena ketegangan (tension), edema, atau perdarahan Anggota gerak atas memiliki sirkulasi kolateral yang baik, namun dapat terjadi pengurangan aliran akibat tekanan intrakompartemen yang tinggi
Indikasi Iskhemia setelah trauma : 5P
Nyeri hebat sekali (Pain)
Nadi hilang (Pulseless)
Paraesthesia (kesemutan)
Pucat krn aliran darah berkurang atau tidak ada (Pale)
Jari-jari tidak bisa melakukan ekstensi (Paralise)
Terapi Iskhemia post trauma mrp Emergency:
Bila fraktur belum di reposisi segera reposisi
Bila fraktur telah di reposisi, semua yang diperkirakan penyebab spt gip harus dilepas, siku fleksi dilakukan ekstensi shg relaksasi
Bila tindakan diatas tidak menolong, lakukan operasi eksplorasi segera
Terputusnya hubungan struktur tulang, dapat komplet atau in komplet. Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur :
A. Fraktur Traumatik. Penyebabnya : trauma, dapat langsung (direk) atau tidak langsung (indirek).
B. Fraktur Fatik atau Stress Trauma yang berulang dan kronis pada tulang sehingga tulang tersebut lemah. Contoh fraktur fibula pada olahragawan
C. Fraktur Patologis Pada tulang terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang rapuh dan lemah, biasanya fraktur terjadi spontan Penyebab fraktur : hiperparatiroid, tumor tulang
Menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya Fraktur simpel disebut juga fraktur tertutup Kulit disekeliling fraktur sehat dan tidak robek Fraktur terbuka Kulit disekitar fraktur robek, sehingga fragmen tulang berhubungan dengan dunia luar (bone expose)
Berpotensi terjadi infeksi Fraktur komplikasi Fraktur tersebut berkaitan dengan kerusakan jaringan atau struktur lain : saraf, pembuluh darah, sendi, viscera Menurut Bentuk fraktur Fraktur komplit
Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen Garis fraktur dapat transversal, obliq atau spiral Garis fraktur dapat mengetahui arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau tidak stabil (unstable)
Fraktur Inkomplit Greenstick fraktur : tulang panjang pada anak elastis shg jika terkena trauma terjadi pembengkokan Fraktur Kominutif Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen fraktur Fraktur Kompresi Fraktur yang terjadi pada tulang kanselus
Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi ( TAKS ) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial.
B.Tujuan
1.Umum
Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.
2.Tujuan Khusus
1)Klien mampu memperkenalkan diri
2)Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
3)Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
4)Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
5)Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain
6)Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
7)Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan
C.Aktivitas dan Indikasi
Aktivitas TAKS dilakukan 7 sesi yang melatih kemampuan sosialisasi klien
Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien gangguan hubungan sosial :
1.Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal.
2.Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai dengan stimulus
SESSI1TAKS
A.Tujuan
Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
B.Setting
1.Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2.Ruangan nyaman dan tenang
C.Alat
1.Tape recorder
2.Kaset “Marilah kemari “ ( Titik Puspa )
3.Bola tenis
4.Buku catatan dan pulpen
5.Jadual kegiatan klien
D.Metode
1.Dinamika kelompok
2.Diskusi dan tanya jawab
3.Bermain peran / simulasi
E.Langkah-langkah kegiatan
1.Persiapan.
a.Memilih klien sesuai denganindikasi, yaitu Isolasi sosial : Menarik diri
b.Membuat kontrak dengan klien
c.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2.Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan
a.Memberi Salam terapeutik : Salam dari terapis
b.Evaluasi / Validasi : Menanyakan perasaan klien saat ini
c.Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri
2.Menjelaskan aturan main berikut :
oJika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis.
oLama kegiatan 45 menit.
oSetiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.Tahap kerja
a.Jelaskan kegiatan yaitu kaset pada tape recorder akan di hidupkan serta bola diedarkan berlawanan dengan arah jarum jam (yaitu kearah kiri) dan pada saat tape dimatikan maka anggota kelompok yang memegang bola memperkenalkan dirinya.
b.Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanandengan arah jarum jam.
c.Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan, hobi dan asal.Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
d.Tulis nama panggilan pada kertas / name tag dan tempel / dipakai.
e.Ulangib, c, dan d sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
f.Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
Tahap terminasi.
a.Evaluasi.
1.Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2.Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b.Rencana tindak lanjut
1.Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari
2.Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadual kegiatan harian klien.
c.Kontrak yang akan datang
1.Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok
2.Menyepakati waktu dan tempat.
Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja untuk menilai kemampuan klien melakukan TAK. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 1, dievaluasi kemapuan klien memperkenalkan diri secara verbal dan nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi berikut
SESI1 – TAKS
KEMANPUANMEMPERKANALKANDIRI
A.Kemampuan Verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Menyebutkan nama lengkap
2
Menyebutkan nama panggilan
3
Menyebutkan asal
4
Menyebutkan hobi
JUMLAH
B.Kemampuan non verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Kontak mata
2
Duduk tegak
3
Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
JUMLAH
Petunjuk :
1.Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS.
2.Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tandaPjika ditemukan pada klien atau tandaXjika tidak ditemukan.
3.Jumlahkan kemampuan yang ditemukan, jika nilai 3 atau 4 klien mampu, dan jika nilai 0, 1, atau 2 klien belum mampu.
SESI2 : TAKS
A.Tujuan
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
a.Memperkenalkan diri sendiri : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
b.Menanyakan diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi
B.Setting
1.Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2.Ruangan nyaman dan tenang
C.Alat
1.Tape recorder
2.Kaset “Marilah kemari “ ( Titik Puspa )
3.Bola tenis
4.Buku catatan dan pulpen
5.Jadual kegiatan klien
D.Metode
1.Dinamika kelompok
2.Diskusi dan tanya jawab
3.Bermain peran / simulasi
E.Langkah-langkah kegiatan
1.Persiapan.
a.Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sess 1 TAKS
b.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2.Orientasi
a.Memberi salam terapeutik
1.Salam dari terapis.
2.Peserta dan terapis memakai papan nama.
b.Evaluasi / Validasi
1.Menanyakan perasaan klien saat ini
2.Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain
c.Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok
2.Menjelaskan aturan main berikut :
oJika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis.
oLama kegiatan 45 menit.
oSetiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.Tahap kerja
b.Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanandengan arah jarum jam.
c.Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada di sebelah kanan dengan cara :
1.Memberi salam
2.Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan asal, dan hobi.
3.Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.
4.Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
d.Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
e.Hidupkan kembali kaset pada tape recorder dan edarkan bola. Pada saat tape dimatikan, minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok yaitu nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
f.Ulangidsampai semua anggota mendapat giliran.
g.Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
4.Tahap terminasi.
a.Evaluasi.
1.Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2.Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b.Rencana tindak lanjut
1.Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih berkenalan dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari
2.Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadual kegiatan harian klien
c.Kontrak yang akan datang
1.Menyepakati kegiatan berikut yaitu bercakap-cakap dengan orang lain dalamkelompok.
2.Menyepakatitempat dan waktu
Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketikaproses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 2, dievaluasi kemampuan klien dalam berkenalan secara verbal dan nonverbal dengan menggunakan evaluasi berikut
SESSI2 – TAKS
KEMANPUANBERKENALAN
A.Kemampuan Verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Menyebutkan nama lengkap
2
Menyebutkan nama panggilan
3
Menyebutkan asal
4
Menyebutkan hobi
5
Menanyakan nama lengkap
6
Menanyakan nama panggilan
7
Menanyakan asal
8
Menanyakan hobi
JUMLAH
B.Kemampuan non verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Kontak mata
2
Duduk tegak
3
Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
JUMLAH
Petunjuk :
1.Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS.
2.Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tandaPjika ditemukan pada klien atau tandaXjika tidak ditemukan.
3.Jumlahkan kemampuan yang ditemukan,
▪Kemampuan verbal, disebut mampu jika mendapat nilai ≥ 6 ; disebut belum mampu jika mendapat nilai ≤ 5.
SESI3 :TAKS
A.Tujuan
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
1.Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu orang anggota kelompok
2.Manjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi
B.Setting
1.Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2.Ruangan nyaman dan tenang
C.Alat
1.Tape recorder
2.Kaset “Marilah kemari “ ( Titik Puspa )
3.Bola tenis
4.Buku catatan dan pulpen
5.Jadual kegiatan klien
D.Metode
1.Dinamika kelompok
2.Diskusi tanya jawab
3.Bermain peran / simulasi
E.Langkah-langkah kegiatan
1.Persiapan.
A.Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sessi 2 TAKS
B.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2.Orientasi
a.Salam terapeutik
Pada tahap ini terapis melakukan :
1.Memberi salam terapeutik
2.Peserta dan terapis memakai papan nama
b.Evaluasi / Validasi
1.Menanyakan perasaan klien saat ini
2.Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan denganorang lain
c.Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan menjawab tentang kehidupsn pribadi
2.Menjelaskan aturan main yaitu :
oJika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis.
oLama kegiatan 45 menit.
oSetiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.Tahap kerja
a.Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanandengan arah jarum jam.
b.Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada di sebelah kanan dengan cara :
1.Memberi salam
2.Memanggil nama panggilan.
3.Menanyakan kehidupan pribadi : orang terdekat / dipercaya / disenangi, pekerjaan.
4.Dimulai oleh terapis sebagai contoh.
c.Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
d.Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
4.Tahap terminasi.
a.Evaluasi.
1.Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2.Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b.Rencana tindak lanjut
1.Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi denganorang lain pada kehidupan sehari-hari
2.Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadual kegiatan harian klien.
c.Kontrak yang akan datang
1.Menyepakati kegiatan berikut yaitu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaran tertentu
2.Menyepakatiwaktu dan tempat
Evaluasidan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketikaproses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 3, dievaluasi kemampuan verbal dalam bertanya dan menjawab pada saat becakap-cakap serta kemampuan nonverbal dengan menggunakan evaluasi berikut
SESI3 – TAKS
KEMANPUANBERCAKAP-CAKAP
A.Kemampuan Verbal : Bertanya
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Mengajukan pertanyaan yang jelas
2
Mengajukan pertanyaan yang ringkas
3
Mengajukan pertanyaan yang relevan
4
Mengajukan pertanyaan secara spontan
JUMLAH
B.Kemampuan Verbal : Menjawab
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Menjawab dengan jelas
2
Menjawab dengan ringkas
3
Menjawab dengan relevan
4
Menjawab dengan spontan
JUMLAH
C.Kemampuan non verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Kontak mata
2
Duduk tegak
3
Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
JUMLAH
Petunjuk :
1.Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien.
2.Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tandaPjika ditemukan pada klien atau tandaXjika tidak ditemukan.
3.Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3atau 4, klien mampu ; jika nilai ≤ 2 klien dianggap belum mampu.
SESSI4 :TAKS
A.Tujuan
Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok
1.Menyampaikan topik yang ingin dibicarakan.
2.Memilih topik yang ingin dibicarakan
3.Memberi pendapat tentang topik yang dipilih
B.Setting
1.Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2.Ruangan nyaman dan tenang
C.Alat
1.Tape recorder
2.Kaset “Marilah kemari “ ( Titik Puspa )
3.Bola tenis
4.Buku catatan dan pulpen
5.Jadual kegiatan klien
6.Flipehart / whitwboard dan spidol
D.Metode
1.Dinamika kelompok
2.Diskusi tanya jawab
3.Bermain peran / simulasi
E.Langkah-langkah kegiatan
1.Persiapan.
C.Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sessi 3 TAKS
D.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2.Orientasi
a.Salam terapeutik
Pada tahap ini terapis melakukan
Memberikan salam terapeutik
Peserta dan terapis memakai papan nama
b.Evaluasi / Validasi
1.Menanyakan perasaan klien saat ini
2.Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap denganorang lain
c.Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih, dan memberi pendapat tentang topik percakapan.
2.Menjelaskan aturan main berikut :
oJika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada terapis.
oLama kegiatan 45 menit.
oSetiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.Tahap kerja
a.Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanandengan arah jarum jam.
b.Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu topik yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. Misalnya : “Cara bicara yang baik” atau “Cara mencari teman”.
c.Tulis pada flipehart / whoteboard topik yang disampaikan secara berurutan.
d.Ulangi a, b dan csampai semua anggota kelompok menyampaikan topik yang akan dibicarakan.
e.Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang memegang bola memilih topik yang disukai untuk dibicarakan dari daftar yang ada.
f.Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih topik.
g.Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih.
h.Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang memegang menyampaikan pendapat tentang topik yang pilih.
i.Ulangi h sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat.
j.Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
4.Tahap terminasi.
a.Evaluasi.
1.Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2.Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
b.Rencana tindak lanjut
1.Menganjurkan setiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang topik tertentu denganorang lain dalam kehidupan sehari-hari
2.Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadual kegiatan harian klien.
c.Kontrak yang akan datang
1.Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi.
2.menyepakati waktu dan tempat.
Evaluasidan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan ketikaproses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 4, dievaluasi kemampuan verbal menyampaikan, memilih, dan memberi pendapat tentang topik percakapan serta kemampuan nonverbal dengan menggunakan evaluasi berikut.
SESI4 – TAKS
KEMANPUANBERCAKAP - CAKAP TOPIK TERTENTU
A.Kemampuan Verbal : Menyampaikan topik
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Menyampaikan topik dengan jelas
2
Menyampaikan topik secara ringkas
3
Menyampaikan topik yang relevan
4
Menyampaikan topik secara spontan
JUMLAH
B.Kemampuan verbal : Memilih topik
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Memilih topik dengan jelas
2
Memilihtopik secara ringkas
3
Memilih topik yang relevan
4
Memilih topik secara spontan
JUMLAH
C.Kemampuan Verbal : Memberi Pendapat
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Memberi pendapat dengan jelas
2
Memberi pendapat secara singkat
3
Memberi pendapat yang relevan
4
Memberi pendapat secara spontan
JUMLAH
D.Kemampuan Non Verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Kontak mata
2
Duduk tegak
3
Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
JUMLAH
Petunjuk :
1.Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien.
2.Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tandaPjika ditemukan pada klien atau tanda Xjika tidak ditemukan.
3.Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3 atau 4, klien mampu ; jika nilai ≤ 2 klien dianggap belum mampu
SESI 5 : TAKS
A.Tujuan
Klien mampu menyampikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain. sosialisasi kelompok.
a.Menyampaikan masalah pribadi
b.Memilih satu masalah untuk dibicarakan.
c.Memberi pendapat tentang masalah pribadi yang dipilih.
B.Setting
1.Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2.Ruangan nyaman dan tenang
C.Alat
1.Tape recorder
2.Kaset “Marilah kemari “ ( Titiek Puspa )
3.Bola tenis
4.Buku catatan dan pulpen
5.Jadual kegiatan klien
6.Flipchart / whiteboart dan spidol
D.Metode
1.Dinamika kelompok
2.Diskusi dan tanya jawab
3.Bermain kartu dalam kelompok
E.Langkah-langkah kegiatan
1.Persiapan.
a.Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sessi 4 TAKS
b.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2.Orientasi
a.Memberi salam terapeutik
a.Salam dari terapis
b.Klien dan terapis memakai papan nama
b.Evaluasi / Validasi
1.Menanyakan perasaan klien saat ini
2.Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap tentang topik / hal tertentu dengan orang lain
c.Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih, dan memberi pendapat tentang masalah pribadi
2.Menjelaskan aturan main berikut :
oJika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis.
oLama kegiatan 45 menit.
oSetiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.Tahap kerja
a.Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanandengan arah jarum jam.
b.Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu masalah pribadi yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. Misalnya : “sulit bercerita” atau “tidak diperhatikan ayah / ibu / kakak / teman”.
c.Tuliskan pada flipchart / whiteboard masalah yang disampaikan.
d.Ulangi a, b dan csampai semua anggota kelompok menyampaikan masalah yang ingin dibicarakan.
e.Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang memegang bola memilih masalah yang ingin dibicarakan.
f.Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih masalah yang ingin dibicarakan.
g.Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih.
h.Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang memegang menyampaikan pendapat tentang masalah yang pilih.
i.Ulangi h sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat.
j.Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
4.Tahap terminasi
a.Evaluasi.
1.Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2.Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b.Rencana tindak lanjut
1.Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain padakehidupan sehari-hari.
2.Memasukkan kegiatan bercakap-cakap tentang masalah pribadi pada jadwal kegiatan harian klien
c.Kontrak yang akan datang
1.Menyepakati kegiatan berikutnya yaitu kerja sama dalam kelompok..
2.Menyepakati tempat dan waktu
Evaluasidan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan menggunakan formulir dibawah ini pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 5, dievaluasi kemampuan verbal menyampaikan, memilih, dan memberi pendapat tentang percakapan mengenai masalah pribadi, sertakemampuan nonverbal.
SESI5 – TAKS
KEMANPUANBERCAKAP - CAKAP MASALAH PRIBADI
A.Kemampuan Verbal : Menyampaikan topik
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Menyampaikan topik dengan jelas
2
Menyampaikan topik secara ringkas
3
Menyampaikan topik yang relevan
4
Menyampaikan topik secara spontan
JUMLAH
B.Kemampuan verbal : Memilih topik
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Memilih topik dengan jelas
2
Memilihtopik secara ringkas
3
Memilih topik yang relevan
4
Memilih topik secara spontan
JUMLAH
C.Kemampuan Verbal : Memberi Pendapat tentang masalah
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Memberi pendapat dengan jelas
2
Memberi pendapat secara singkat
3
Memberi pendapat yang relevan
4
Memberi pendapat secara spontan
JUMLAH
D.Kemampuan Non Verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Kontak mata
2
Duduk tegak
3
Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
JUMLAH
Petunjuk :
1.Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS.
2.Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tandaPjika ditemukan pada klien atau tandaXjika tidak ditemukan.
3.Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3 atau 4, klien mampu ; jika nilai ≤ 2 klien dianggap belum mampu
SESI 6 : TAKS
A.Tujuan
Klien mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok.
1.Bertanya dan meminta sesuai kebutuhan pada orang lain.
2.Menjawab dan memberi pada orang lain sesuai dengan permintaan.
B.Setting
1.Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran
2.Ruangan nyaman dan tenang.
C.Alat
1.Tape recorder
2.Kaset “Marilah kemari “ ( Titiek Puspa )
3.Bola tenis
4.Buku catatan dan pulpen
5.Jadual kegiatan klien
6.Kartu kwartet
D.Metode
1.Dinamika kelompok
2.Diskusi dan tanya jawab
3.Bermain kartu dalam kelompok
E.Langkah-langkah kegiatan
1.Persiapan.
a.Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sessi 5 TAKS
b.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2.Orientasi
a.Salam terapeutik
1.Salam dari terapis
2.Klien dan terapis memakai papan nama
b.Evaluasi / Validasi
1.Menanyakan perasaan klien saat ini
2.Menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain
c.Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan bertanya dan meminta kartru yang diperlukan serta menjawab dan memberi kartu pada anggota kelompok.
2.Menjelaskan aturan main berikut :
oJika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis.
oLama kegiatan 45 menit.
oSetiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.Tahap kerja
a.Terapis membagi 4 (empat) buah kartu kwartet untuk setiap anggota kelompok. Sisanya diletakkan di atas meja.
b.Terapis meminta tiap anggota kelompok menyusun kartu sesuai dengan seri(satu seri mempunyai 4 kartu)
c.Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanandengan arah jarum jam.
d.Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola memulai permainan berikut :
1.Meminta kartu yang dibutuhkan (seri yang belum lengkap) kepada anggota kelompok di sebelah kanannya.
2.Jika kartu yang dipegang serinya lengkap, maka diumumkan pada kelompok dengan membaca judul dan sub judul.
3.Jika kartu yang dipegang serinya tak lengkap, maka diperkenankan mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja.
4.Jika anggota kelompok memberikan kartu yang dipegang pada yang meminta maka ia berhak mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja.
5.Setiap menerima kartu, diminta mengucapkan terima kasih.
e.Ulangic, dan d jika d.2 atau d.3 terjadi.
f.Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
4.Tahap terminasi.
a.Evaluasi.
1.Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2.Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b.Rencana tindak lanjut
1.Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan bertanya, meminta, menjawab dan memberi padakehidupan sehari-hari (kerja sama).
2.Memasukkan kegiatan bekerja sama pada jadwal kegiatan harian klien.
c.Kontrak yang akan datang
1.Menyepakati kegiatan berikutnya yaitu mengevaluasi kegiatan TAKS.
2.Menyepakati tempat dan waktu
Evaluasidan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan menggunakan formulir dibawah ini pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 6, dievaluasi kemampuan verbal dalam bertanya, meminta, menjawab, dan memberi serta kemampuan nonverbal.
SESI6 – TAKS
KEMAMPUANBEKERJASAMA
A.Kemampuan Verbal :Bertanya dan meminta
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Bertanya dan meminta dengan jelas
2
Bertanya dan meminta denganringkas
3
Bertanya dan meminta secara relevan
4
Bertanya dan meminta secara spontan
JUMLAH
B.Kemampuan Verbal : Menjawab dan memberi
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Menjawabdan memberi denganjelas
2
Menjawab dan memberi denganringkas
3
Menjawab dan memberi secara relevan
4
Menjawab dan memberi secara spontan
JUMLAH
C. Kemampuan Non Verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Kontak mata
2
Duduk tegak
3
Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
JUMLAH
Petunjuk :
1.Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS.
2.Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tandaPjika ditemukan pada klien atau tandaXjika tidak ditemukan.
3.Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3 atau 4, klien mampu ; jika nilai ≤ 2 klien dianggap belum mampu
SESI7 : TAKS
A.Tujuan
Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan.
B.Setting
1.Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
2.Ruangan nyaman dan tenang
C.Alat
1.Tape recorder
2.Kaset “Marilah kemari “ ( Titiek Puspa )
3.Bola tenis
4.Buku catatan dan pulpen
5.Jadual kegiatan klien
D.Metode
1.Dinamika kelompok
2.Diskusi dan tanya jawab
E.Langkah-langkah kegiatan
1.Persiapan.
a.Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sessi 6 TAKS
b.Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2.Orientasi
a.Salam terapeutik
1.Salam dari terapis
2.Klien dan terapis memakai papan nama
b.Evaluasi / Validasi
1.Menanyakan perasaan klien saat ini
2.Menanyakan apakah telah melakukan bekerja sama dengan orang lain
c.Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan manfaat eman kali pertemuan TAKS.
2.Menjelaskan aturan main berikut :
oJika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis.
oLama kegiatan 45 menit.
oSetiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.Tahap kerja
a.Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.
b.Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat kesempatan menyampaikan pendapat tentang manfaat dari 6 (enam) kali pertemuan yang telah berlalu.
c.Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok menyampikan pendapat.
d.Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
3.Tahap terminasi.
a.Evaluasi.
1.Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2.Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
3.Menyimpulkan 6 kemampuan pada 6 kali pertemuan yang lalu
b.Rencana tindak lanjut
1.Menganjurkan tiap anggota kelompok tetap melatih diri untuk enam kemampuan yang telah dimiliki, baik di RS maupun di rumah.
2.Melakukan pendidikan kesehatan pada keluarga untuk meberi dukungan pada klien dalam menjalankan kegiatan hidup sehari-hari.
c.Kontrak yang akan datang
Menyepakati rencana evaluasi kemampuan secara periodik
Evaluasidan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan formulir dibawah ini pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi 7, dievaluasi kemampuan klien menyampikan manfaat TAKS yang telah berlangsung 6 sesi secara verbal dan disertai kemampuan nonverbal
SESI7 – TAKS
EVALUASI KEMAMPUAN SOSIALISASI
A.Kemampuan Verbal :Menyebutkan manfaatenam kali TAKS
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Menyebutkan manfaat secara jelas
2
Menyebutkan manfaat secara ringkas
3
Menyebutkan manfaat yang relevan
4
Menyebutkan manfaat secara spontan
JUMLAH
B. Kemampuan Non Verbal
No
ASPEKYANGDINILAI
Nama Klien
1
Kontak mata
2
Duduk tegak
3
Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai
4
Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
JUMLAH
Petunjuk :
1.Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS.
2.Untuk tiap klien, semua aspek dimulai dengan memberi tandaPjika ditemukan pada klien atau tandaXjika tidak ditemukan.
3.Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3 atau 4, klien mampu ; jika nilai ≤ 2 klien dianggap belum mampu