Kamis, 29 April 2010

Askep Gangguan Muskuluskeletal

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
________________________________________
ANATOMI DAN FISIOLOGI
 Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, sendi, otot dan jaringan konektif yang berhubungan (kartilago, tendon dan ligamen).

SISTEM RANGKA
 Dipelihara oleh “Sistem Haversian” yaitu sistem yang berupa rongga yang di tengahnya terdapat pembuluh darah.
 Terjadi proses pembentukan jaringan tulang baru dan reabsorpsi jaringan tulang yang telah rusak.

FUNGSI TULANG
1. Menyokong memberikan bentuk
2. Melindungi organ vital.
3. Membantu pergerakan.
4. Memproduksi sel darah merah pada sumsum.
5. Penyimpanan garam mineral.


PEMBAGIAN TULANG
1. Tulang axial ( tulang pada kepala dan badan)
Seperti : tl. tengkorak, tl. vertebrae, tl. rusuk dan sternum.

2. Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki)
Seperti : extremitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, telapak tangan), extremitas bawah (pelvis, femur, patela, tibia, fibula, telapak kaki)

HISTOLOGI TULANG
 Ada 2 tipe tulang : a. Kompaktum → kuat, tebal, padat.
b. Kankellous → lebih kopong, renggang
 Di antara lapisan tersebut terdapat ruang kecil → “lacuna”
 Cairan yang mengisi “Osteocyte”
 Osteocyte adalah sel pembentuk tulang.
 Osteoblast (sel pembentuk) dan osteoclast (reabsorbsi tulang).
 Suplai darah pada tulang didapat dari arteriole sepanjang kanal Haversin.
 Tulang juga dipersyarafi oleh syaraf-syaraf.

KLASIFIKASI TULANG BERDASARKAN BENTUKNYA
1. Tulang panjang (tl. humerus, radius), mengandung epifisis, kartilago artikular, diafisis, periosteum dan rongga medular.

Epifisis : Terletak di pangkal tulang panjang. Pada bagian ini otot berhubungan dengan tulang dan membuat sendi menjadi stabil.

Kartilage artikular : Membungkus pangkal tulang panjang dan membuat permukaan tulang panjang menjadi halus.

Diafisis : Bagian tulang panjang yang utama memberikan struktural pada tubuh.

Metafisis : Bagian tulang yang mengembang di antara epifisis dan diafisis.

Periosteum : Jaringan konektif fibrosa yang membungkus tulang.

R. medular : Terletak di tengah-tengah diafisis.

2. Tulang pendek seperti karpal, tarsal
3. Tulang pipih, melindungi organ tubuh dan sebagai tempat melekatnya otot.
4. Tulang sesamoid, bentuknya kecil, melingkar, berhubungan dengan sendi dan melindungi tendon, seperti patela.

SISTEM ARTIKULAR
 Artikulasi/persendian : hubungan antara dua tulang atau lebih.
 Namun tidak semua persendian dapat melakukan pergerakan :
1) Synarthrosis :
- Sendi yang tidak dapat melakukan pergerakan sama sekali
2) Amphiarthrosis :
- Sendi dengan pergerakan sedikit/terbatas, seperti tl. simphisis pubis
3) Diarthrosis ( Sendi Sinovial )
- Sendi dapat bergerak bebas.
- Sendi ini mengandung :
a. Rongga artikular (ruang dengan membran sinovial, memproduksi cairan sinovial untuk melicinkan sendi)
b. Ligamen
c. Kartilago




- Sendi ini dapat melakukan gerakan :
a. Protraksi (gerakan bagian tubuh ke arah depan/maju seperti pergerakan mandibula)
b. Fleksi/ekstensi dll.

SISTEM MUSKULAR
 40-50 % BB manusia.
 Pergerakan terjadi karena adanya kontraksi.
 Tipe-tipe otot :
1) Otot jantung
2) Otot polos
3) Otot lurik atau rangka.

KARTILAGE
 Kartilage adalah jaringan konektif yang tebal yang dapat menahan tekanan.
 Kartilage umum terdapat pada tulang embrio
 Umumnya kartilage ini berubah secara bertahap menjadi tulang dengan proses ossifikasi tetapi beberapa kartilage tidak berubah setelah dewasa..

LIGAMEN DAN TENDON
 Ligamen dan tendon tersusun dari jaringan konektif fibrosa yang tebal, mengandung serabut kolagen dalam jumlah yang sangat besar. Tendon menghubungkan otot ke tulang.
 Tendon merupakan perpanjangan dari pembungkus otot yang berhubungan langsung dengan periosteum.
 Ligamen menghubungkan tulang dan sendi dan memberikan kestabilan pada saat pergerakan.


FRAKTUR
________________________________________

DEFINISI :
 Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
 Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.

SEBAB :
a. Trauma :
• Langsung (kecelakaan lalulintas)
• Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.

JENIS FRAKTUR
a. Menurut jumlah garis fraktur :
• Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
• Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
• Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b. Menurut luas garis fraktur :
• Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
• Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
• Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)

c. Menurut bentuk fragmen :
• Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
• Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
• Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
• Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
I. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
II. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
III. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
• Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)


TANDA KLASIK FRAKTUR
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.

PATOFISIOLOGI

Fraktur

Periosteum, pembuluh darah di kortek
dan jaringan sekitarnya rusak

• Perdarahan
• Kerusakan jaringan di ujung tulang

Terbentuk hematom di canal medula

Jaringan mengalami nekrosis

Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai :
1. Vasodilatasi
2. Pengeluaran plasma
3. Infiltrasi sel darah putih


TAHAP PENYEMBUHAN TULANG
1. Haematom :
 Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
 Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
 Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
2. Proliferasi sel :
 Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
 Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
 Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.
3. Pembentukan callus :
 Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.
 Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
 Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal.
 Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.
4. Ossification
 Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
 Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah
 Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
5. Consolidasi dan Remodelling
 Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.

KOMPLIKASI
1. Umum :
 Shock
 Kerusakan organ
 Kerusakan saraf
 Emboli lemak
2. D i n i :
 Cedera arteri
 Cedera kulit dan jaringan
 Cedera partement syndrom.
3. Lanjut :
 Stffnes (kaku sendi)
 Degenerasi sendi
 Penyembuhan tulang terganggu :
o Mal union
o Non union
o Delayed union
o Cross union

TATA LAKSANA
1. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).
2. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
 Eksternal → gips, traksi
 Internal → nail dan plate
3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat perjalanan penyakit.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya.
3. Pertolongan pertama yang dilakukan
4. Pemeriksaan fisik :
 Identifikasi fraktur
 Inspeksi
 Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin)
 Observasi spasme otot.
5. Pemeriksaan diagnostik :
 Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED)
 RÖ
 CT-Scan
6. Obat-obatan : golongan antibiotika gram (+) dan gram (-)
 Penyakit yang dapat memperberat dan mempermudah terjadinya fraktur :
a. Osteomyelitis acut
b. Osteomyelitis kronik
c. Osteomalacia
d. Osteoporosis
e. Gout
f. Rhematoid arthritis

PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
DATA SUBYEKTIF
 Data biografi
 Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang,kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi.
 Cara PQRST :
o Provikatif (penyebab)
o Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
o Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
o Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
o Timing (kapan mulainya)
 Pengkajian pada sistem lain
o Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu.
o Riwayat dirawat di RS
o Riwayat keluarga, diet.
o Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
o Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju, membuka kran dll.

DATA OBYEKTIF
 Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
 Bandingakan dengan sisi lainnya.
 Pengukuran kekuatan otot (0-5)
 Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
 Kyposis, scoliosis, lordosis.



PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. X-ray dan radiography
2. Arthrogram (mendignosa trauma pada kapsul di persendian atau ligamen). Anestesi lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke daerah yang akan diperiksa.
3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau mengevaluasi bone graf.
4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan pada anak-anak sebelum operasi epifisis)
5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering dilakukan pada tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur).
6. MRI
7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi)
8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial)


MASALAH-MASALAH YANG UMUM TERJADI
1. Gangguan dalam melakukan ambulasi.
• Berdampak luas pada aspek psikosisial klien.
• Klien membutuhkan imobilisasi → menyebabkan spasme otot dan kekakuan sendi
• Perlu dilakukan ROM untuk menguragi komplikasi :
- Kaki (fleksi, inverse, eversi, rotasi)
- Pinggul (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi)
- Lutut (ekstensi)
- Jari-jari kaki (ektensi, fleksi)
2. Nyeri; tindakan keperawatan :
• Merubah posisi pasien
• Kompres hangat, dingin
• Pemijatan
• Menguragi penekanan dan support social
• Apabila nyeri di sendi, perlu dikaji :
- Kejadian sebelum terjadinya nyeri
- Derajat nyeri pada saat nyeri pertama timbul
- Penyebaran nyeri
- Lamanya nyeri
- Intensitas nyeri, apakah menyertai pergerakan
- Sumber nyeri
- Hal-hal yang dapat mengurangi nyeri.
3. Spasme otot
• Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter)
• Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia.
• Tindakan keperawatan :
a. Rubah posisi
b. Letakkan guling kecil di bawah pergelangan kaki dan lutut
c. Berikan ruangan yang cukup hangat
d. Hindari pemberian obat sedasi berat → dapat menurunkan aktivitas pergerakan selama tidur
e. Beri latihan aktif dan pasif sesuai program


INTERVENSI
1. Istirahat
• Istirahat adalah intervensi utama
• Membantu proses penyembuhan dan meminimalkan inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
• Pemasangan bidai/gips.


2. Kompres hangat
• Rendam air hangat/kantung karet hangat
• Diikuti dengan latihan pergerakan/pemijatan
• Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah :
o Perlunakan jaringan fibrosa
o Membuat relaks otot dan tubuh
o Menurunkan atau menghilangkan nyeri
o Meningkatkan suplai darah/melancarkan aliran darah.
3. Kompres dingin
• Metoda tidak langsung seperti cold pack
• Dampak fisiologis adalah vasokonstriksi dan penerunan metabolic
• Membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan karena trauma
• Nyeri dapat berkurang, dapat menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot
• Harus hati-hati, dapat menyebabkan jaringan kulit nekrosis
• Tidak sampai > 30 menit.

________________________________________
TRAKSI
________________________________________

PRINSIP PEMASANGAN TRAKSI
1. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.
2. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan.
3. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.
4. Traksi dapat bergerak bebas melalui katrol.
5. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai.
6. Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman.

KEUNTUNGAN PEMAKAIAN TRAKSI
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit

KERUGIAN PEMAKAIAN TRAKSI
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.

BEBAN TRAKSI
1. Dewasa = 5-7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB

MACAM-MACAM PEMAKAIAN TRAKSI
1. Traksi kulit/skin traksi
• Penarikan tulang yang patah melalui kulit dengan menggunakan skin traksi, plester

• Ex. : traksi Buck, traksi Bryant
2. Traksi tulang/traksi skeletal
• Penarikan tulang yang mengalami fraktur melalui tulang
• Ex. : traksi Russel

JENIS TRAKSI
1. Traksi kulit Buck’s
• Traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk jangka waktu yang pendek


• Indikasi :
o Untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum dioperasi
o Digunakan pada anak.
• Komplikasi :
o Perban elastis dapat mengganggu sirkulasi
o Timbul alergi kulit
o Dapat timbul ulserasi akibat tekanan pada maleolus
o Pada lansia, traksi yang berlebihan dapat merusak kulit yang rapuh.

2. Traksi Russell’s
• Modifikasi dari traksi Buck’s
• Digunakan untuk fraktur lutut
• Digunakan pada orang dewasa
• Komplikasi :
o Perlu bedrest → decubitus, pneumoni
o Penderita bergerak, beban turun → traksi tidak adekuat
o Infeksi

3. Cervical traksi
• Digunakan pada fraktur cervical, maxillaries, clavicula
• Beban 4-6 pounds
• Komplikasi :
o Dapat terjadi gangguan integritas kulit
o Alergi
o Klien tidak nyaman dan melelahkan
4. Pelvic traksi
• Digunakan pada dislokasi dan fraktur pelvis, fraktur tulang belakang


DETEKSI DINI KOMPLIKASI
• Yang mungkin terjadi pada fraktur
1. Emboli paru, gejala :
o Nyeri dada
o Dispnea
o Nadi cepat dan lemah

2. Emboli lemak → ss. Tulang dan kerusakan jaringan

system pernapasan

- perubahan status mental
- tacycardi
3. Ganggren → infeksi anaerob → bakteri Clostridium welchii
Gejala : gg. mental, demam, TD↓, RR ↑

________________________________________
G I P S
________________________________________

INDIKASI
1. Immobilisasi dan penyangga fraktur
2. Stabilisasi dan istirahatkan
3. Koreksi deformitas
4. Mengurangi aktivitas pada pada daerah yang terinfeksi
5. Membuat cetakan tubuh orthotik

• Gips yang ideal adalah dapat membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
• Penggunaan gips sesuah operasi lebih memungkinkan k;ien untuk mobilisasi daripada pasien ditraksi.

YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA PEMASANGAN GIPS
1. Gips yang pas tidak akan menyebabkan perlukaan
2. Gips patah tidak bias digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan pasien.
4. Sebelum pemasangan perlu dicatat apabila ada luka
5. Untuk mencegah masalah pada gips :
• Jangan merusak atau menekan gips
• Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk.
• Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.


WINDOWS
Dilakukan untuk :
1. Memeriksa luka
2. Membuka jahitan
3. Memeriksa adanya penekanan
4. Membuang/mengangkat benda asing
5. mengurangi penekanan.

PEMBUKAAN
1. Dibuat garis terlebih dahulu
2. Mata gergaji hanya memotong benda yang keras
3. Pemotongan dihentikan bila pasien merasa kepanasan
4. Selama pemotongan, mata gergaji ditekan dengan lembut
5. Pada saat memotong, anggota ekstremitas harus disangga.
6. Cuci dan keringkan, beri pelembab
7. Ajarkan aktivitas bertahap.

ASKEP Meningitis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS

I. LANDASAN TEORI .

A. PENGERTIAN
Miningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang menghubungkan jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik / non spesifik atau virus.

B. ANATOMI & FISIOLOGI SELAPUT OTAK.
Selaput otak terdiri dari 3 lapisan dan luas kedalam yaitu Durameter, Aranoid, Piameter. Durameter terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali didalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falx serebri adalah lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari Durameter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum.
Araknoid merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan parameter, diantaranya terdapat ruang subarnoid dimana terdapat arteri dan vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subaranoid disebelah belakang otak belakang, memenuhi celah diantara serebelum dan medulla oblongata. Piamater merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah keotakkk dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula spinalis.
Miningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yakni :
1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose).
3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.




C. ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI.
Miningitis bakteri dapat disebabkan oleh setiap agen bakteri yang bervariasi. Haemophilus influenza ( Tipe β ), Streptococcus pneumoniae, dan Naisseria Miningitis ( meningokokus ) bertanggung jawab terhadap meningitis pada 95 % anak-anak yang lebih tua dari usia 2 bulan. Haemophilus influenzae merupakan organisme yang dominan pada usia anak-anak 3 bulan sampai dengan 3 tahun, tetapi jarang pada bayi dibawah 3 bulan, yang terlindungi oleh substansi bakteri yang didapat secara pasif dan pada anak-anak diatas 5 tahun yang mulai mendapat perlindungan ini.
Organisme lain adalah Streptococus β hemolyticus, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Penyebab utama meningitis neonatus adalah organisme Streptococcus β hemolyticus dan Escherichia coli. Infeksi Escherichia coli jarang terjadi pada anak-anak usia setelah bayi ( lebih dari 1 tahun ). Meningitis meningokokus (serebrospinal epidemik) terjadi pada bentuk epidemik dan merupakan satu-satunya tipe yang ditularkan melalui infeksi droplet dari sekresi nasofaring. Meskipun kondisi ini dapat berkembang pada setiap usia, risiko infeksi meningokokus meningkat dengan seringnya kontak dan oleh karena itu infeksi terutama terjadi pada anak-anak usia sekolah dan adolesens.
Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan terutama pada periode neonatal. Angka kesakitan tertinggi seteleh timbulnya meningitis mengenai anak-anak pada usia antara kelahiran sampai dengan empat tahun (dibawah lima tahun). Faktor maternal seperti ketuban pecah dini dan infeksi ibu hamil selama trimester akhir merupakan penyebab utama meningitis neonatal.
Terjadinya defisiensi pada mekanisme imun dan berkurangnya aktivitas leukosit dapat mempengaruhi insiden pada bayi baru lahir, anak-anak dengan defisiensi imunoglobulin, dan anak-anak yang menerima obat-obatan imunosupresif. Meningitis yang muncul sebagai perluasan dari infeksi-infeksi bakteri yang bervariasi kemungkinan disebabkan kurangnya resistensi terhadap berbagai organisme penyebab. Adanya kelainan SSP, prosedur / trauma bedah saraf, infeksi-infeksi primer dilain organ merupakan faktor-faktor yang dihubungkan dengan mudahnya terkena penyakit ini.



D. PATOFISIOLOGI
Rute infeksi yang paling sering adalah penyebaran vaskuler dari fokus-fokus infeksi ketempat lain. Contohnya organisme nasofaring menyerang pembuluh-pembuluh darah yang terdapat didaerah tersebut dan memasuki aliran darah keserebral atau membentuk tromboemboli yang melepaskan emboli sepsis kedalam aliran darah. Invasi oleh perluasan langsung dari infeksi-infeksi disinus paranasal dan disinus mastoid jarang terjadi. Organisme-organisme dapat masuk melalui implantasi langsung setelah luka yang tertembus, fraktur tulang tengkorak yang memberikan sebuah lubang kedalam kulit atau sinus, lumbal fungsi, prosedur pembedahan dan kelainan-kelainan anatomis seperti shunt ventrikuler. Organisme-organisme yang terimplantasi menyebar kedalam cairan serebrospinal oleh penyebaran infeksi sepanjang rongga subarnoid.
Proses infeksi yang terlihat adalah inflamasi, eksudasi akumulasi leukosit, dan tingkat kerusakan jaringan yang bervariasi. Otak menjadi hiperemis, edema, dan seluruh permukaan otak tertutup oleh lapisan eksudat purulen dengan bervariasi organisme.

E. MANIFESTASI KLINIK.
Neonatus :
♦ Gejala tidak khas
♦ Panas ±
♦ Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun.
♦ Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung.
♦ Pernafasan tidak teratur.
Anak umur 2 bulan - > 2 tahun :
♦ Gambaran klasik (-)
♦ Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang.
♦ Kadang-kadang “ high pitched cry “.
Anak umur > 2 tahun :
♦ Panas , menggigil, muntah, nyeri kepala.
♦ Kejang
♦ Gangguan kesadaran.
♦ Tanda-tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kering.

Gejala yang sering terlihat :
• Keluhan penderita mula-mula nyeri kepala yang menjalar ketengkuk dan punggung
• Kesadaran menurun
• Kaku kuduk, disebabkan mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk ;
• Terdapat tanda kernig dan Brundzinski yang positif.
Tanda kernig yang positif adalah bila paha ditekuk 90° keventral, tungkai dapat diluruskan pada sendi lutut.

F. PERUMUSAN DIAGNOSTIK.
Diagnostik miningitis akut bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis . Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui lumbal fungsi. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukan kadar glukosa dan protein. Penemuan ini umumnya diagnostik. Kultur dan pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tapi bisa sangat bervariasi . Warna cairan biasanya opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan pandy akan positif. Kadar khlorida akan menurun tapi ini tidak selalu terjadi. Kadar glukosa berkurang, umunya sesuai perbandingan lamanya dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal, oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal fungsi. Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dianjurkan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Dijumpai leukositosis, pergeseran kekiri , dan anemia megaloblastik.







G. PERAWATAN.
- Pada waktu kejang.
* Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
* Hisap lendir.
* Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
* Hindarkan penderita dari rudapaksa (mis jatuh )
- Bila penderita tidak sadar lama.
* Beri makanan melalui sonda
* Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin.
* Cegah kekeringan kornea dengan boorwater / salep antibiotika
Pada inkontinensia alvi lakukan lavement
- Pemantauan ketat.
* Tekanan Darah
* Pernafasan
* nadi
* Produksi air kemih
* Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
Penanganan penyulit.
Fisiotherapi dan rehabilitasi.

H. PENATALAKSANAAN
Farmakologis :
= Obat anti infeksi
* Miningitis tuberkuosa :
- Isoniazid 10 –20 mg/kg/24 jam oral, 2 x sehari maksimal 500 mg,
selama 1 ½ tahun.
- Rifampisin 10 –15 mg/kg/24 jam oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
- Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam (IM) 1-2 x sehari,
selama 3 bulan.
* Miningitis bakterial ,umur < - 2 bulan :
- Sefalosporin Generasi ke 3
- Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/kg/24 jam IV, 4-6 x sehari ,
dan kloramfenikol 50 mg/kg BB/24 jam IV 4 x / hari.
* Miningitis bakterial umur > bulan ;
- Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/ kg/24 jam IV, 4-6 sehari .
- Kloramfenikol 100 mg/kg/24 jam IV, 4 x sehari atau
- Sefalosporin Generasi ke 3.
= Pengobatan Simtomatis.
* Diazepam IV ; 0,2 – 0,5 mg / kg/dosis, atau rektal : 0,4 – 0,6 mg/kg/
dosis.
Kemudian dilanjutkan dengan :
- Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 x sehari atau
- Fenobarbital 5 – 7 mg /kg/24 jam, 3 kali sehari.
* Turunkan panas :
- Antipiretika : parasetamol/salisilat 10 mg/kg/dosis.
- Kompres air PAM / es
= Pengobatan Suportif
* Cairan intravena
* Zat asam.

I. PROGNOSA
Usia anak, kecepatan diagnosa setelah timbulnya gejala dan terapi yang adekwat penting dalam prognosa meningitis bakteri. Mortalitas miningitis neonatus kira-kira 50 % meskipun gejala yang timbul terlambat, sedangkan meningitis streptokokus β hemolitikus menimbulkan 15 – 20 % kasus fatal. Bila penyebabnya hemofilus influensya dan miningitis meningokokus, angka mortalitas 5 – 10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anak-anak kira-kira 20 %.
Gejala sisa miningitis bacteri paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 tahun pertama dan sangat sedikit pada anak-anak dengan miningitis meningokokus. Gejala sisa pada bayi terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan efek-efek yang lebih besar berupa cerebritis pada otak yang belum matang. Pada anak-anak yang lebih besar gajala sisa dihubungkan dengan proses peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis ( radang pembuluh darah ) yang menyertai penyakit ini. Evaluasi saraf N VIII penting atau sekurang-kurangnya follow up 6 bulan untuk mengkaji kemungkinan hilangnya pendengaran.













Asuhan Keperawatan Miningitis

Pengkajian Keperawatan :
Pengkajian keperawatan meningitis tergantung pada tingkat yang luas pada usia anak-anak. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh beberapa tingkat tipe organisme dan efektivitas tetapi terhadap penyakit yang mendahuluinya. Berikut ini pengkajian keperawatan berdasarkan golongan usia tumbuh kembang anak.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu.
Mencakup beberapa pertanyaan sebagai berikut :
- Apakah pernah menderita inpeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
- Apakah pernah mengalami prosedur neurosurgital
- Apakah pernah menderita trauma yang mencederai kepala
- Adakah kelainan bawaan (spina bifida)
- Bagaimana riwayat kesehatan ibu selama hamil
- Bagaimana riwayat kesehatan keluarga
- Bagaimana riwayat imunisasi, dll.
 Neonatus
Meningitis pada bayi baru lahir dan bayi prematur benar-benar sulit untuk di -
diagnosa. Manifestasinya samar-samar dan tidak spesifik.
Bayi-bayi ini biasanya tampak sehat ketika lahir, tetapi dalam beberapa hari kemudian tampak mulai melemah. Mereka tidak mau makan, kemampuan mengisap buruk, bisa muntah atau diare. Tonus otot melemah (hipotonus), kurang gerak, tangisan melemah. Tanda-tanda lain yang nonspesifik yang dapat muncul meliputi hipotermia atau demam (bergantung pada kematang an bayi), ikterik, mudah terangsang, mengantuk, kejang, napas tidak teratur, apnea, sianosis, dan berat badan menurun. Ubun-ubun menonjol, tegang dapat muncul atau tidak sampai akhir perjalanan penyakit. Bila tidak diobati kondisi anak cenderung menurun hingga kolaps sistem kardiovaskuler, kejang, dan apnea.
 Bayi dan Balita
Gambaran klasik meningitis jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan – 2 tahun. Penyakit ini ditandai secara khas dengan demam, tidak nafsu makan muntah, peka terhadap rangsangan, serangan kejang berulang, yang disertai tangisan merintih. Ubun-ubun besar yang menonjol merupakan penemuan yang paling bermakna dan kaku kuduk dapat muncul/tidak. Tanda-tanda Brudzinski dan Kernig biasanya tidak membantu diagnostik karena sulit untuk menemukannya dan mengevaluasinya pada anak-anak usia ini.
 Anak dan Adolesens
Timbulnya penyakit mungkin tiba-tiba, demam, sakit kepala, muntah yang di sertai /dengan cepat diikuti oleh perubahan sensoris. Sering kali gejala awal nya berupa kejang yang berulang karena penyakitnya memburuk. Anak jadi mudah terangsang, gelisah, dan dapat berkembang menjadi foto - fobia, delirium, halusinasi, kelakuan yang agresif/maniak, mengantuk, stupor, bahkan koma. Kadang-kadang datangnya gejala perlahan-lahan, sering
kali didahului oleh gejala-gejala gastrointestinal selama beberapa hari.
Kadang-kadang infeksi sebelumnya yang telah diobati menutupi atau memper lambat tanda-tanda meningitis.
Anak menolak fleksi dari leher dan karena penyakit bertambah buruk, leher menjadi kaku kuduk sampai kepalanya tertarik kebelakang / hiper - ekstensi (opitotonus). Tanda Kernig positif, Brudzinski positif. Respons respons refleks bervariasi, meskipun mereka memperlihatkan hiperaktivitas.
Kulit mungkin dingin dan sianotik dengan perfusi perifer yang buruk.

PENGKAJIAN MININGITIS

1. Riwayat : Mengalami infeksi saluran pernapasan atau infeksi telinga, kontak dengan pasien rinitis. Pneumonia dan otitis media seringkali mendahului pneumokokus dan hemofilus miningitis.
2. Gejala subjektif : Sakit kepala yang hebat , nyeri otot, kaku kuduk , sakit punggung, dingin, ekspresi rasa takut. Tidak enak badandan mudah terangsang.
3. Suhu tubuh : 38– 41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering,berkeringat.
4. Tanda Vital : Nadi lambat sehingga intra kranial meningkat dan Tekanan Darah meningkat.
5. Tingkat kesadaran : Mula-mula sadar kemudian delirium dan akhirnya Koma.
6. Persarafan : Perubahan refleks. Tidak adanya refleks dinding
abdomen, tidak adanya refleks kremasterik pada
laki-laki, gangguan refleks tendon. Kaku kuduk.
Tanda Brudzinski positif, tanda Kernig positif.
Ubun-ubun besar menonjol (bayi).
7. Cairan & Elektrolit : Turgor kulit jelek, berkurangnya output urin.
8. Muskuloskeletal : Meningokoksemia kronik : bengkak dan nyeri pa
da sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergela
ngan kaki).
9. Kulit : Meningokoksemia : ptekia dan lesipurpura yang
didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat
dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah
dan ekstremitas.

Diagnosa yang muncul :
1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.
3. Ketidak efektipan pola pernapasan sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
4. Gangguan perfusi jaringan perifer sehubungan dengan infeksi meningokokus.
5. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
6. Nyeri sehubungan dengan peradangan pada selaput otak dan jaringan otak.
7. Hipertemia sehubungan dengan infeksi.
8. Potensial defisit cairan sehubungan dengan muntah dan demam.
9. Potensial berlebihannya volume cairan sehubungan dengan sekresi ADH berlebihan.
10. Takut sehubungan dengan parahnya kondisi.
11. Kurangnya perawatan diri sendiri sehubungan dengan perubahan susunan saraf pusat.

Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan yang dibahas :
1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
Data penunjang :
• Laboratorium positif adanya kuman penyebab
• Adanya eksudat saluran napas atas
• Riwayat infeksi saluran napas atau terpapar baru-baru ini dengan pasien rinitis atau meningitis
• Riwayat infeksi virus sistemik
• Riwayat memakai obat-obatan imunosupresif
Tujuan :
• Pasien bebas dari infeksi
• Komplikasi-komplikasi meningitis bakterial dapat dicegah dengan terapi.
dini dan efektif
Intervensi :
 Gunakan isolasi pernapasan selama 24 jam setelah permulaan terapi anti
biotoka untuk meningitis bakterial
• Gunakan pelindung sekret selama dirawat karena meningitis
• Anjurkan orang-orang yang kontak dengan pasien diperiksa dan diobati
• Bantu kumpulkan CSS. Catat jumlah dan karakterisik CSS. Beri antibiotika sesegera mungkin sesuai instrusi.
Rasionalisasi :
 Terapi dini antibiotika penting untuk mencegah komplikasi-komplikasi
meningitis bakterial
• Setiap jam itu penting
• Mencegah penularan selama waktu penularan yang tinggi
• Mencegah penularan kuman dan mengurangi resiko infeksi dari orang-orang yang kontak dengan pasien
• Sebagai diagnosa laboratorium untuk kuman penyebab dan mencegah penularan

Evaluasi :
1. Pasien terbebas dari infeksi dan komplikasi meningitis
• Laboratorium CSS :
< 30 sel/mm , glukosa dan protein normal, tekanan normal, dan kultur
negatif.
• Refleks pupil normal, kaku kuduk negatif, refleks abdominal negatif
• Kesadaran penuh, orentasi baik, dan memori baik.
2. Infeksi tidak menular keorang-orang yang pernah kontak dengan pasien
 Perawat/ tenaga medis rumah sakit dan kontak pasien bebas dari infeksi








2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan otak meninges.

Data penunjang :
• Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun bingung, delirium, koma.
• Perubahan refleks-refleks, tanda-tanda neurologik, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial ( bradikardi, tekanan darah meningkat ), nyeri kepala hebat.

Tujuan :
• Pasien dapat memperlihatkan perfusi jaringan memadai.


Intervensi :
• Monitor pasien dengan ketat terutama setelah pungsi lumbal. Anjurkan pasien berbaring minimal 4 - 6 jam setelah pungsi lumbal.
• Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan inrtakranial selama perjalanan penyakit ( nadi lambat, tensi meningkat, kesadaran menurun, napas aritmik, refleks pupil menurun, kelemahan ).
• Monitor tanda-tanda vital dan neurologik tiap 5 - 30 menit. Mengenai tekanan intrakranial catat laporkan segera perubahan-perubahannya kedokter.
• Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan pasien, anjurkan untuk bedrest.
• Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher hindari fleksi leher.
• Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk untuk BAB ( jangan enema ). Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada dan lutut.
• Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan / diatur tepat waktu dengan preode relaksasi / sedasi ; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
• Beri penjelasan kepada pasien yang bingung ; artikan / jelaskan lingkungan kepasien dan reorientasikan pasien yang bingung.
• Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik dan intelektual.
• Beri zat hipertonik / steroid sesuai dengan instruksi.

Rasionalisasi
• Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial
• Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan kedokter untuk intervensi dini.
• Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi dini.
• Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
• Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
• Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.
• Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
• Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensoris yang terganggu.
• Untuk merujuk ke rehabilitasi.
• Untuk menurunkan tekanan intrakranial.

Evaluasi :
Perfusi jaringan dan oksigenasi baik
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
• Syok dapat dihindari.
• Purpura negatif, ptekia negatif.
• Pasien sadar, disorentasi negatif, konsentrasi baik.
• Afek sesuai dengan rangsangan lingkungan.

ASUHAN KEPERAWATA PADA PASIEN MININGITIs

Askep Luka Bakar Combustio

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. PENDAHULUAN
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.

Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.

B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.

C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Bertambah merah. Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.

B. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%

C. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American Burn Association membagi dalam :
1) Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
a) Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak.
b) Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.

2) Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
a) Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada anak-anak.
b) Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.

3) Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
a) Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak..
b) Tingkat III 10% atau lebih.
c) Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..
d) Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.
e) Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
f) Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan sebelumnya..

American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%

C. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

Patofisiologi Luka Bakar

Eritrosit 
Metabolisme ¯ anemia ­ Perubahan Nutrisi:Kurang Kebutuhan
Glukoneogenesis ­ Glikogenolisis ­

Resiko Infeksi ­
Kebutuhan O2 ­

Luka Bakar Luas  Resiko Kerusakan Pertukaran Gas

Aldosteron Sekresi adrenal ­
Depresi miokard/ MDF ­

Katekolamin ­ release­
Insufisiensi miokard

Renal flow ¯ Vasokontriksi H2O loss ¯
cardiac output ¯

Retensi Na+  GFR Splenic flow ¯ hipovolemik

Ggn perfusi jaringan.

K+ loss Gagal ginjal Hipoksia hepar
Asidosis

Gagal hepar Gangguan Perfusi Jaringan

Resiko Kekurangan Volume Cairan
Nyeri
Ansietas
Kerusakan Mobilitas Fisik





(Hudak & Gallo; 1997)





Efek fisiologi yang merugikan pada luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat berkembang dan merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada beberapa kasus kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan fisiologi yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari yaitu :
1. Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya.
2. Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis.

1. Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.

Tubuh mempunyai beberapa metode untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam temperatur eksternal. Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan panas, penghantaran pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan pada kulit maka temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera sumber panas dipindah (diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa detik. Jika sumber panas tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau pada tingkat yang melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka terjadilah kerusakan kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau paparan pendek temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada ukuran yang berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun tidak sama pada semua area.
Ketebalan kulit yang terlibat tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas. Panas yang kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh dengan kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang paling tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis sekitar tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis pada anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua kemampuan untuk merespon terhadap trauma.

2. Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.

Beberapa luka jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan (inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis.
Respon terhadap keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso) dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas, substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar. Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik) yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.

3. Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.

Respon sistem syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight) karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar tidak segera menyebabkan fight or flight.
Perubahan rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan, peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus intestinal) serta penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat adaptasi.

Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.
Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.
Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.
Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit sodium.
Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.
Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.
Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
CO menurun.

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

Penatalaksanaan
Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.

Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

j) Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2. Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area adalah :
1. Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.
2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.
4. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
5. Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit yang rusak.
6. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
7. Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
8. Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme.
9. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur.
10. Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

Klien luka bakar mungkin dapat terjadi Diagnosa Resiko dari satu atau lebih Diagnosa keperawatan berikut :
1. Ketidakefektifan coping keluarga berhubungan dengan kehilangan rumah, keluarga atau yang lain.
2. Ketidakefektifan pertahanan coping individu berhubungan dengan situasi krisis.
3. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian, situasi krisis dan kehilangan pengendalian.
4. Takut berhubungan dengan nyeri, prosedur terapi dan keadaan masa depan yang tidak diketahui.
5. Kelebihan cairan berhubungan dengan pemberian cairan intra vena yang terlalu banyak.
6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan nyeri, kontraktur dan kehilangan fungsi pada ekstrimitas dan bagian tubuh lain.
7. Gangguan fungsi (disfungsi) seksual berhubungan dengan luka bakar perineum, genetalia, payudara, imobilisasi, kelelahan, depresi dan gangguan dalam gambaran diri (body image).
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, cara pengobatan dan lingkungan yang gaduh.
9. Isolasi sosial berhubungan dengan cara pengobatan dan perubahan dalam penampilan fisik.
10. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan gagal ginjal dan terapi obat.
11. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pengaruh luka bakar.






Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.

Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakarta

STUDY KASUS


PENGKAJIAN TANGGAL 15 APRIL 2002 JAM 10.00 WIB
RUANGAN : BEDAH G

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Jm Tgl MRS : 3 April 2002
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja ( Ibu Rumah tangga )
Pendidikan : SD ( tidak tamat/ klas 5 )
Alamat : Sepet, Lidah kulon 38 Surabaya.

Alasan dirawat:
Terbakar lampu templek karena tiba-tiba tidak sadar dan jatuh

Keluhan Utama sebelumnya :
Luka pada pantatnya yang terbakar tidak sembuh-sembuh.

Upaya yang telah dilakukan :
Berobat di Rumah Sakit daerah Wiyung tidak sembuh-sembuh akhirnya diperiksakan ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Terapi/operasi yang pernah dilakukan :
Bulan Februari 2002 menjalani operasi daerah mandibula karena open fraktur mandibula sequental.

II. RIWAYAT KEPERAWATAN
II.1 Riwayat Penyakit sebelumnya :
- Bulan Februari 2002 menjalani operasi mandibula oleh karena open fraktur mandibula (sequental )
- Mempunyai penyakit Epilepsi, 2 bulan terakhir tidak pernah minum obat/kontrol dengan alasan tidak ada biaya.

II.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan :
• Lukanya tidak sembuh-sembuh sejak terbakar 4 minggu yang lalu karena tiba-tiba tidak sadarkan diri dan jatuh dekat lampu templek.
• Sewaktu sadar klien mendapati pakaiannya sudah terbakar dan didapati luka bakar pada daerah kedua pantatnya.
• Klien segera diperiksakan oleh suaminya ke RS daerah Wiyung dengan cara berobat jalan.
• Karena lukanya tidak sembuh-2 dan keadaan klien yang gelisah, tidak mau makan dan sulit tidur bahkan berteriak teriak akhirnya diperiksakan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya disarankan untuk rawat inap.

II.3 Riwayat Kesehatan Keluarga :
Dari keluarga ayah maupun ibunya tidak ada yang menderita sakit kencing manis, Epilepsi ataupun sakit berat yang lainnya.



Genogram













Keterangan

= Laki – laki = Klien

= Perempuan = Tinggal dalam satu rumah

II.4 Riwayat Kesehatan lainnya :
- Klien ikut KB suntik
- Klien dirawat tanpa menggunakan alat bantu

II.5 Aktivitas hidup sehari-hari

Aktivitas Sehari-Hari Sebelum Sakit Di Rumah Sakit
Makan dan minum






Eliminasi




Istirahat dan tidur


Aktivitas






Kebersihan diri






Rekreasi Makan 3 kali sehari, nasi, sayur dan ikan, buah kadang-kadang, tidak ada makanan pantangan, semua makanan yang ada disukai. Minum air putih, sehari 1500-2000 cc.
BAK lancar 5 – 6 kali sehari, warna kuning jernih, jumlah 1500-2000 cc / hari. BAB setiap hari konsistensi lunak.
Tidak pernah tidur siang


Sebagai ibu rumah tangga, jam 05.00 mulai memasak, mempersiapkan seragam anak-2 nya yang akan sekolah, mencuci dan membersihkan rumah kadang-kadang.
Mandi dan gosok gigi 2 kali sehari, mencuci rambut 2 kali seminggu, memotong kuku bila sudah panjang, tidak ada jadwal khusus, ganti baju setiap sore.
Bila ada waktu senggang antara jam 10-00 – 12.00 menonton TV dirumah tetangganya, tidak pernah ketempat rekreasi. Tidak mau makan, habis seperempat porsi, dengan cara disuap oleh suaminya.




BAK lancar 5 kali sehari dengan posisi menungging warna kuning agak gelap, BAB tiap pagi dengan bantuan.
Tidak bisa tidur siang, tidur malam sering terbangun
Ditempat tidur






Mandi 2 kali sehari diseka suaminya, tidak gosok gigi
Mandi di kamar mandi setiap 4 hari sekali dimandikan perawat ruangan

III. PEMERIKSAAN FISIK :
- Keadaan umum :
Klien terbaring dengan posisi miring kekanan, kedua kaki ditekuk kadang menungging, gelisah, merintih kadang berteriak.

- Tanda Vital :
Suhu axilla 36² º C Nadi 88 x/menit, Tensi 110/80 mmHg, RR 18 x/menit

IV. PENGKAJIAN SISTEM :
IV.1 Sistem Pernafasan :
Hidung bersih, pernafasan spontan, bentuk dada bulat datar tidak ditemukan tarikan otot bantu pernafasan saat bernafas, suara nafas vesikuler, tidak ditemukan suara nafas tambahan.

IV.2 Sistem Cardiovaskuler :
Suara jantung S1 S2 suara tunggal lupdub. Ictus Cordis teraba 1 cm pada ICS med Clavicula kiri, percusi sonor, tidak ditemukan oedema pada palpebrae maupun extremitas, KRT kembali dalam detik pertama. Tensi : 110/80 mmHg, Nadi : 88x/menit, Suhu 36²º C. Tangan kiri terpasang infus RL 28 tetes permenit.

IV.3 Sistem Persyarafan :
- Kesadaran Composmentis, GCS : E 4 V 5 M 6 dengan total nilai 15.
- Kepala dan Wajah :
Mata : Konjungtiva merah muda , Sklera : Warna putih terdapat gambaran tipis pembuluh darah, Pupil isocor.
- Leher : Pergerakan bebas, tidak ditemukan pembesaran/bendungan vena yugolaris, pembesaran kelenjar gondok maupun limphe.
- Persepsi Sensori :
Klien mampu mendengar suara berbisik, mampu membedakan rasa manis, asin dan pahit, penglihatan sampai tak terhingga, ambang rasa raba terhadap hangat, dingin dan raba masih mampu membedakan.

IV.4 Sistem Perkemihan :
Bak lancar warna kuning jernih 5-6 kali sehari, jumlah ± 1500-200 cc perhari , baik sebelum sakit maupun selama dirawat dirumah sakit, tidak ada keluhan nyeri saat BAK.

IV.5 Sistem Pencernaan :
- Mulut dan tenggorok :
Terpasang kawat rahang dengan membuka mulut maksimal 1 cm, gigi terdapat sisa-sisa makanan, tidak ditemukan stomatitis maupun aptea, tidak ada caries, tonsil/ovula warna merah muda tidak ada oedema.
- Abdomen :
Bentuk datar flat, Auskultasi bising usus terdengar 10 kali permenit, Perkusi timpani. Skibala -.
- Rectum :
Bersih, tidak ditemukan haemorrhoid.
Sebelum sakit BAB tiap hari konsistensi lunak, selama dirawat di rumah sakit BAB tiap pagi. Klien mendapat Flagyl suposutoria 3 x 1 sehari.

IV.6 Sistem Tulang Otot – Integumen
- Kemampuan pergerakan sendi tangan bebas, ekstremitas bawah relatif jarang digerakkan dengan bebas karena nyeri , ekstremitas atas (tangan kiri terpasang infus RL 28tetes / menit menetes lancar, tidak ada ekstrapasase. Kekuatan otot ekstremitas atas 5 dan bawah X , Flaping tremor -, KRT dan turgor kulit kembali detik pertama. Akral hangat.Terdapat luka bakar pada daerah : Rectus Femoris Dextra grade II A 1 %, Rectus Femoris Sinistra grade II AB 5 % dan Gluteus dextra, sinistra grade II AB 3 ½ %.

IV.7 Sistem Endokren :
Klien mengatakan tidak pertumbuhan dan perkembangan fisiknya berjalan sebagaimana orang lainnya. Tidak mempunyai keluhan yang berkaitan dengan hormonal misalnya poluri, polidipsi maupun kelemahan.

IV.8 Sosial / Interaksi :
Klien mendapat dukungan aktif dari keluarga, reaksi saat interaksi kooperatif, klien mengatakan konflik yang pernah dialami adalah saat ia sering sakit dan suaminya pekerjaannya tidak menetap.

IV.9 Spiritual :
Klien mengatakan bahwa sakit yang dialami adalah ujian dari sang pencipta, dan ia bersama suaminya hanya berusaha dan Tuhan yang menyembuhkan. Selama sakit tidak berhenti berdo’a untuk kesembuhannya.

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium
- Kalium Serum : 3,8 ( 3,8 – 5,5 )
- Natrium : 129 ( 136-144 )
- Clorida : 100 ( 97 – 113 )
- Kreatinin Serum: 0,89 ( kurang 1,2 )
- BUN : 11,7 ( 10 – 20 )
- Bilirubin terikat : 0,08 ( kurang 0,05 )
- SGOT : 40 ( kurang 29 )
- SGPT : 56,2
- Albumin : 2,82 ( 3,2 – 4,5 )

Darah lengkap tanggal 15 April 2002
- WBC 12 (L 4,3 – 10 P 4,3 – 11,3)
- RBC 3,78 (4,33 – 5,95) juta/ul
- HGB 10,3 (L 13,4 – 17,7 P 11,4 – 15,1)
- HCT 33,3 (L 40 – 47 P 38 – 42)%
- MCV 88,1 (80 – 93)
- MCH 28,6 (27 – 31)
- MCHC 32,4 (30 – 35) gr/dl
- PLT 471 (150 – 350)
- LYMPH 10,5 (25 – 33)%
- MXD 11,5%
- NEUT 78 (57 – 67)%
- LYMPH 1,3 (1,5 – 4,0)%
- MXD 1,4
- NEUT 9,3 (2,0 – 7,5)%
- RDW-CV 13,1 (11,5 – 14,5)%
- PDW 7,4fl
- MPV 70 (65 – 12 fl)
- P-LCK 87%
Terapi :
- Tarivid 2 x 400 mg
- Katrasil 3 x 50 mg
- Clobazam 2 x 10 mg
- Vit BC 3 x 1

Mahasiswa yang mengkaji,





(S u b h a n)


PENGELOMPOKAN DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
S : Klien mengatakan
Lukanya tidak sembuh-sembuh sejak terbakar lamou templek 5 minggu yang lalu karena tiba-tiba tidak sadar dan jatuh.
Mempunyai riwayat penyakit ayan (Epilepsi).
Sudah berobat ke RUMAH SAKIT DAERAH WIYUNG tetapi belum sembeh.
O : Terdapat kerusakan jaringan (Combustio) pada daerah :
Pedis Dextra Gr II A 1%
Cruris Sinistra Gr II AB 5%
Gluteus Dextra Sinistra Gr II AB 3,5%
Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). Kerusakan integritas kulit
S : Klien mengatakan
Malas makan karena mual, badan tidak enak semua.
Suami klien mengatakan istrinya sering teriak-teriak dan gelisah bila diberi makan langsung mual
O : Conjunctiva merah muda
Menolak makan, diit dari RS dimakan ¼ porsi
Bising usus 10 X /mt.
Lab. Albumin serum 2,82 gr/dl
status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh
S : Klien mengatakan nyeri pada daerah luka bakar yang terus menerus, bertambah hebat bila bergerak
O : Gelisah, kadang berteriak merintih.
Tensi 110/70 mmHg, Nadi 88 X / mt Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. Nyeri
S : Klien mengatakan : Malas untuk menggerakkan kakinya dan tidur telungkup karena bertambah nyeri.
Lebih senang tidur dengan posisi miring dan kaki ditekuk gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. Kerusakan mobilitas fisik
Subyektif :
Klien mengatakan makan, mandi, BAB dan BAK dibantu oleh suami/kakaknya dan perawat.

Obyektif :
Kebutuhan makan, mandi, BAB dan BAK dibantu Nyeri o/k luka bakar

Pembatasan gerak

deficit perawatan diri
(ketergantungan ) Syndroma deficit perawatan diri
Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi Resiko tinggi infeksi
krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri Gangguan citra tubuh (penampilan peran)

Rumusan Diagnose Keperawatan :

1. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan destruksi permukaan kulit / otot sekunder luka bakar
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake kurang sekunder dari kebutuhan nutrisi yang meningkat, pemasangan kawat rahang, mual
3. Nyeri akut berhubungan dengan discontinuitas jaringan sekunder luka bakar
4. Resiko terjadi kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
5. Syndroma deficit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak
6. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka bakar lebih dari 4 minggu.
7. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.


Rencana Intervensi dan Rasional

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.


Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.

Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.


Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dgn status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.






















Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks. Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.

Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.


Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.











Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.

Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik. Pantau:
- Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
- Suhu setiap 4 jam.
- Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.

Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.

Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.
Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.

Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.




Melindungi terhadap tetanus.


Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.

TINDAKAN KEPERAWATAN

TANGGAL/JAM TINDAKAN PERAWAT NAMA PERAWAT
15 – 4 – 2002 Dinas Pagi
07.00
07.30
11.00

12.00


12.30
Timbang terima klien
Merapikan / membersihkan tempat tidur dan lingkungan klien.
Bersama dengan dokter merawat luka padadaerah luka operasi
Melaksanakan observasi ensi 110/70 mmHg, Suhu 36³ ° C, Nadi 84x/mnt, RR 18 x/mnt.
Membantu klien makan, tidak mau melanjutkan makan.
Memberi minum susu habis 1 gelas kecil (150 cc).
Membantu klien minum obat Tarivid 2 x 400 mg, Katrasil 3 x 50 mg dan Clobazam 2 x 10 mg dan Vit B Complek 3x1 tablet.
Menjelaskan pada klien tentang :
- Tehnik relaksasi untuk mengurangi nyeri
- Upaya untuk mencegah infeksi
- Pentingnya nutrisi dan kebutuhannya.
- Menjelaskan pada klien tentang pentingnya latihan gerak sendi. S u b h a n
16 – 4 – 2002 Dinas Sore
14.00
14.30
15.00



15.30


18.45


Timbang terima klien
Merapikan / membersihkan tempat tidur dan lingkungan klien.
Mengobservasi Tensi 110/80 mmHg, Suhu 36 ° C, Nadi 88 x/mnt, RR 18 x /mnt.
Menganjurkan klien menarik nafas panjang saat nyeri
Mengisolasi klien dengan pakaian dan ruangan khusus.
Membantu klien minum susu habis 1 gelas
Memberikan diit dan membantu makan.
Membantu klien minum obat Tarivid 2 x 400 mg, Katrasil 3 x 50 mg dan Clobazam 2 x 10 mg dan Vit B Complek 3x1 tablet.
Melaksanakan latihan gerak sendi S u b h a n
17 – 4 – 2002 Dinas Pagi
07.00
07.30
08.30
08.45
09.00
12.00


12.30
13.30
Timbang terima klien
Merapikan / membersihkan tempat tidur dan lingkungan klien
Mengobservasi Tensi 110/80 mmHg, Suhu 36 ° C, Nadi 88 x/mnt, RR 18 x /mnt,
Mengisolasi klien dengan pakaian dan ruangan khusus.
Membantu klien minum susu habis 1 gelas
Memberikan diit dan membantu makan.
Membantu klien minum obat Tarivid 2 x 400 mg, Katrasil 3 x 50 mg dan Clobazam 2 x 10 mg dan Vit B Complek 3x1 tablet.
Melaksanakan latihan gerak sendi
Timbang terima klien S u b h a n
18 – 4 - 2002 Dinas Pagi
07.00
07.30
08.30
08.45
09.00
12.00


12.30
Timbang terima klien.
Merapikan tempat tidur.
Mengobservasi tensi 100/70 mmHg, Suhu 36.5 ° C, Nadi 96 x/mnt, RR 18 x/mnt. Terpasang douer kateter dengan produksi urine 500 cc warna jarnih.
Melatih tehnik relaksasi dengan menarik nafas panjang
Membantu klien makan dan minum susu sedikit ( 50 cc ).
Memberikan obat peroral Tarivid 2 x 400 mg, Katrasil 3 x 50 mg dan Clobazam 2 x 10 mg dan Vit B Complek 3x1 tablet.
Melaksanakan latihan gerak sendi S u b h a n
19 – 4 - 2002 Dinas Pagi
07.00
07.30
08.30

12.00


Timbang terima klien
Merapikan / membersihkan tempat tidur dan lingkungan klien
Mengobservasi Tensi 120/70 mmHg, Suhu 36 7 ° C, Nadi 108 x /mnt, RR 18 x / mnt. Urine jernih, 700 cc.
Membantu klien makan dan minum susu sedikit ( 50 cc ).
Memberikan obat peroral Tarivid 2 x 400 mg, Katrasil 3 x 50 mg, Clobazam 2 x 10 mg dan Vit B Complek 3x1 tablet.


EVALUASI
TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN NAMA PERAWAT
15-4–2002
Resiko infeksi S. Mengatakan lukanya masih belum sembuh dan kelihatan menakutkan saat mandi kemarin .
O. Terdapat combusio pada gluteal 3,5%, Cruris S 5% dan pedis D 1%.
A. Masalah belum teratasi
P. Lanjutkan Rencana Tindakan Keperawatan 1-7

S. Mengatakan makan habis dua sendok sudah mual dan nyeri hebat, minum susu habis tiga gelas ( 07.00-13.00 )
O. Makan pagi habis dua sendok , minum susu tiga gelas
A. Masalah teratasi sebagian
P. Lanjutkan rencana tanggal 8
Kolaborasi dengan team medis Vit B Complek 3x1 tablet.


S. Mengatakan nyeri hebat pada luka daerah pantat
O. Gelisah, bertyeriak-teriak
A. Masalah belum teratasi
P. Lanjutkan rencana .
Kolaborasi dengan team medis Katrasil 3 x 50 mg

S. Mengatakan sudah latihan melipat lutut kebelakang dan tidur telungkup.
O. Bila diingatkan langsung latihan pergerakan sendi .
A. Masalah teratasi
P. Lanjutkan observasi .

S. Mengatakan makan, mandi, BAB dan BAKdibantu suiami/ kakaknya dan perawat
O. Segala aktivitas dibantu oleh keluarganya dan perawat
A. Masalah belum teratasi
P. Lanjutkan rencana.

S. Mengatakan lukanya belum sembuh-sembuh.
O. Combusio Gr.2 AB 8,5 % suhu 36³ ° C , Nadi 88X / menit
A. Masalah tidak menjadi aktual
P. Lanjutkan rencana
Laksanakan program kolaborasi Tarivid 2 x 400 mg

S. mengatakan nyeri hebat pada luka daerah pantat
O. Gelisah, bertyeriak-teriak
A. Masalah belum teratasi
P. Lanjutkan rencana .
Laksanakan program kolaborasi Katrasil 3 x 50 mg

S. Mengatakan sudah latihan melipat lutut kebelakang dan tidur telungkup.
O. Bila diingatkan langsung latihan pergerakan sendi .
A. Masalah teratasi
P. Lanjutkan observasi .

S. Mengatakan lukanya belum sembuh-sembuh.
O. Combusio Gr.2 AB 8,5 % suhu 36³ ° C , Nadi 88X / menit
A. Masalah tidak menjadi aktual
P. Lanjutkan rencana
Laksanakan program kolaborasi Tarivid 2 x 400 mg



S. Mengatakan setelah operasi lukanya bertambah banyak dan bertambah sakit
O. Luka pada gluteal terdapat jaringan granulasi
Telah dilakukan STG
Terdapat luka baru ( donor STG ) pada daerah paha dextra
A. Masalah bertambah luas
P. Lanjutkan intervensi awal
Jelaskan pada klien evaluasi daerah pantat 5 hari dan paha 2 minggu.
Lakukan evaluasi sesuai program.

S. Mengatakan makan habis dua sendok sudah mual dan nyeri hebat, menolak minum susu
O. makan pagi habis dua sendok
A. Masalah belum teratasi
P. Lanjutkan rencana
Kolaborasi dengan team medis Vit B Complek 3x1 tablet..

S. Mengatakan nyeri bertambah hebat terutama paha
O. Gelisah, berteriak-teriak
A. Masalah belum teratasi
P. Laksanakan program kolaborasi Katrasil 3 x 50 mg

S. Mengatakan lukanya belum sembuh-sembuh.dan bertambah banyak.
O. Combusio Gr.2 AB 9,5 %, luka donor STG daerah paha dextra. suhu 36³ ° C , Nadi 88X / menit
A. Masalah tidak menjadi aktual
P. Lanjutkan rencana
Laksanakan program kolaborasi Tarivid 2 x 400 mg




S. Mengatakan setelah operasi lukanya bertambah banyak dan bertambah sakit
Minta balutan kaki dibuka saja.
O. Luka pada gluteal terdapat jaringan granulasi
Telah dilakukan STG
Terdapat luka baru ( donor STG ) pada daerah paha dextra
A. Masalah bertambah luas
P. Lanjutkan intervensi awal
Jelaskan pada klien evaluasi daerah pantat 5 hari dan paha 2 mingguS. Mengatakan setelah operasi lukanya bertambah banyak dan bertambah sakit
Minta balutan kaki dibuka saja.

S. mengatakan makan habis dua sendok sudah mual dan nyeri hebat, menolak minum susu
O. makan pagi habis dua sendok
A. Masalah belum teratasi
P. Lanjutkan rencana tanggal 8
Kolaborasi dengan team medis Vit B Complek 3x1 tablet.

S. Mengatakan nyeri bertambah hebat terutama paha
O. Gelisah, berteriak-teriak
A. Masalah belum teratasi
P. Laksanakan program kolaborasi Katrasil 3 x 50 mg

S. Mengatakan lukanya belum sembuh-sembuh.dan bertambah banyak.
O. Combusio Gr.2 AB 9,5 %, luka donor STG daerah paha dextra. suhu 36³ ° C , Nadi 88X / menit
A. Masalah tidak menjadi aktual
P. Lanjutkan rencana
Laksanakan program kolaborasi Tarivid 2 x 400 mg